Alhasil muncul gangguan pada sistem kardiovaskular yang berujung pada kerusakan jantung, hati, ginjal, ataupun otak. Masih dikutip dari sumber yang sama, berikut lima jenis penyakit kardiovaskular yang sering terjadi: 1. Penyakit Jantung Koroner. Penyakit ini terjadi akibat adanya penumpukan plak pada pembuluh arteri koroner pada jantung.
Perhatikan data Mengiringi ritual kematian. 2 Mendinginkan Upacara memanggil Sebagai genderang perang. 5 Sebagai alat pernyataan-pernyataan tersebut, yang bukan fungsi nekara ditunjukkan nomor.... A. 1 B. 2 C. 3 D. 4 E. 5PembahasanBerdasarkan pernyataan-pernyataan pada soal, yang bukan fungsi nekara ditunjukkan nomor 2 mendinginkan B-Jangan lupa komentar & sarannyaEmail nanangnurulhidayat terus OK! 😁
ContohPenerapan : Kita membeli Prosesor PI 200 Mhz dan motherboard yang memiliki tabel keterangan jumper FSB dan Ratio sebagai berikut : JP 1 FSB 1-2 25 Mhz 1-3 50Mhz 2-3 100 Mhz JP 2 Ratio 1-2 2 X 1-3 2,5 X 2-3 4 X Untuk mendapatkan Prosesor ID, kita memiliki dua buah alternatif konfigurasi sebagai berikut : FSB X Ratio = Prosesor ID 1
Home Lainnya 41 bulat, didalamnya beralaskan tikar. Penguburan harus dilakukan jam 1 satu siang. Malam harinya langsung diadakan acara Keleku ucapan syukur. 72 Dalam buku Dunia Orang Sawu karangan Nico L. Kana, ada beberapa istilah atau nama dari proses ritual yang dilakukan dalam Made Nata Mati Manis yang berbeda dengan informan yang diwawancarai penulis. Berikut adalah pemaparan yang dilakukan oleh Kana 73 tentang ritual Made Nata. Penetapan jenis upacara tergantung kepada hasil musyawarah diantara anggota kepala keluarga ina ama amu dalam kelompok dara amu di tempat orang yang meninggal tersebut menjadi warga. Keputusan ini sangat bergantung pada potensi ekonomi warga dara amu yang bersangkutan dan juga pada hubungan tolong-menolong antara almarhum dengan orang-orang di sekitarnya, yakni apakah semasa ia hidup, ia banyak memberi bantuan atau tidak kepada mereka. Selain itu tingkat usia juga dapat dijadikan faktor bagi keputusan yang akan diambil. Akibatnya, untuk pemuda atau anak-anak upacaranya sederhana saja, sedangkan bagi orang lanjut usia diusahakan upacara yang lebih lengkap dan mewah menurut kemampuan ekonomi kelompok dara amu-nya. Upacara yang sederhana dan dinilai terendah disebut Hogo wie Deo masak untuk Dewa. Yang lebih tinggi dari itu adalah Hae Awu naik kapal dan yang lebih tinggi lagi ialah Peake diikat. Yang lebih tinggi lagi di sebut Para Ki’i memotong kambing dan yang paling tinggi ialah upacara Tao Leo membuat teratak atau rumah. i. Upacara Hogo Wie Deo Ketika seseorang akan menghembuskan napas terakhirnya, padanya ditegukkan minuman ai lango jara air minyak perjalanan. Terdiri dari sebagian kecil hati binatang, 3 tiga butir beras yang kulitnya telah dikupas dengan tangan bukan beras tumbuk, 3 tiga 72 Hasil wawancara dengan bapak DTB 40 tahun, pada 15 Januari 2012, di kediaman bapak DTB, pada pukul WITA 73 Nico L. Kana, Dunia Orang Sabu, Jakarta Timur Sinar Harapan, 1983 , 42 sayatan minyak babi yang selama itu disimpan di loteng bagian perempuan, semuanya dimasak dalam periuk kecil atau yang disebut aru kuku, terbuat dari tanah dan biasa di gunakan untuk memasak makanan untuk anak kecil. Sebelum dikubur jenazah dibungkus dan diikat, umbai-umbai selimut Sabu diikatkan pada jenazah, kaki dan tangannya diikat dan dikenakan sabuk yang disebut dari dulu ai tali timba air. Apabila jenazah sudah terletak di liang kubur sabuk pun dilepaskan. Di sisi jenazah segera diletakkan sirih pinang dan tembakau, sedangkan ke mulutnya di masukkan sekeping uang logam dan cincin. Sesudah penguburan, hati anak babi atau disebut ana wawi lebo ade anak babi yang di lubangi hatinya diletakkan sebagai sesaji di atas kubur. Sore hari barulah bekas-bekas upacara seperti ikatan tali ikatan, wadah bekas minuman dan sebagainya itu dibuang ke tempat pembuangan di luar yang disebut kolo malaha. Sesudah jenazah dikuburkan, keesokan harinya diselenggarakan upacara “memasak untuk dewa” dengan menyembelih seekor babi sebagai tanda penutup upacara dan memohon agar kematian tidak berulang di rumah tersebut. Jika keluarga almarhum merupakan orang berada maka hewan yang dikurbankan seringkali lebih besar lagi. ii. Upacara Hae Awu Upacara kematian ini diawali pada saat si sakit akan menghembuskan napas terakhirnya. Ia akan diberi minum ai lango jara juga sampai 3 tiga kali, dari kaba rai wadah yang terbuat dari tanah, sambil diusapkan kepadanya. Jika ia ternyata sudah mati maka perbuatan ini hanya dilakukan secara simbolik. Untuk upacara ini yang disembelih adalah ayam, tetapi jika keadaan ekonominya lebih baik masih akan ditambah dengan kambing dan babi. 43 Sesudah yang bersangkutan benar-benar mati dilakukanlah perihe ri nga’a ri nginu disisakan makanan dan minuman, yakni membunuh hewan yang sebagian dagingnya dipersembahkan bersama makanan dalam wadah yang diletakan di sisi kiri dan kanan almarhum. Sesudah itu baru almarhum dimandikan. Seluruh tubuh almarhum diolesi dengan nyiu woumangi kelapa harum, yakni kunyahan kopra dan irisan kayu cendana, sedangkan rambutnya diolesi dengan parutan kelapa campur minyak babi. Ampas kelapa olesan itu lalu ditaburkan ke sekeliling pusar sedangkan sepotong kayu kemeyan yang disebut kerani di taruh di dalam lubang pusarnya itu. Sementara itu seuntai biji damar atau biji nitas dibakar dekat kemenyan tersebut. Kegiatan ini disebut tunu ahu membakar pusar. Jenazah lalu disiapkan dengan dihiasi baik-baik agar diterima para leluhur menumpang perahu yang akan membawanya ke dunia gaib. Jenazah lalu di bungkus dengan selimut atau sarung yang berwarna merah yang di sebut ai mea higi taba. Sebelum dibungkus di pinggang almarhum di selipkan sirih pinang, jagung rote, kacang hijau dan kelapa kering. Bungkusan jenasah lalu diikat pada bagian tangan, pinggang dan kakinya pun diikat dengan pelepah daun lontar yang dibuat khusus untuk itu. Tali ini di sebut dari wodue api keriu tali dua “urat” yang dipintal ke kiri, dan sebagai pengikat ia dinamai dari dulu ai nginu pa rujara la hedapa Deo tali timba air minum di jalan ke hadapan Dewa Dalam keadaan ini jenazah di baringkan dibalai-balai utama di dalam rumah sambil dikitari warga perempuan sepanjang malam. Esok hari para pelayat berdatangan. Pelayat perempuan berkerudung sarung atau disebut leo kolo tudung kepala dan sambil merangkul warga perempuan almarhum merekapun bertangis-tangisan. Para pelayat laki-laki diterima keluarga lelaki almarhum. Pada saat itulah para warga laki-laki itu memusyawarahkan bentuk upacara kematian buat almarhum. Penguburan berlangsung esoknya. Jenazah dibawa keluar melalui pintu anjungan dengan kaki lebih dahulu, kemudian diletakkan dalam liang kubur yang sudah dialasi sehelai 44 tikar. Sesudah itu barulah tali ikat jenazah dibuka. Penguburan pejabat pemimpin upacara umumnya dilangsungkan malam hari, dengan kepalanya ditudungi gong, sedangkan posisi badannya duduk diatas kulit kerang. Sebelum upacara penguburan ini di lanjutkan dengan penimbunan tanah maka diucapkanlah kata-kata perpisahan dan rasa terima kasih keluarga. Malamnya sanak saudara almarhum datang berkunjung lagi. Pada malam itu dituturkan sisilah, pedai huhu kebie bicara susunan silsilah, baik menurut garis lelaki atau pun perempuan si almarhum. Disinilah sering para pengunjung mengetahui lebih jelas lagi hubungan kekerabatan mereka dengan almarhum ataupun dengan sesama pengunjung itu sendiri. Upacara pada hari ketiga adalah upacara pemo yang berarti upacara memberisihkan. Sumbangan hewan besar seperti kuda atau kerbau atau pun hewan kecil seperti babi atau kambing, makanan, selimut, ikat kepala dan sirih pinang dibawa oleh para penyumbang ke rumah juga disiapkan. Seusai ini akan dilakukan imbalan buat para pengunjung yang memberikan sumbangan. Penyumbang seekor hewanakan menerima dua kali seperempat bagian hewan tersebut sebagai imbalan. Penyumbang makanan dan lainnya akan menerima imbalan berupa makanan dan potongan daging hewan. Pembagian wadah makanan ini disebut pekepala pai pembagian besek. Malamnya diadakan lagi pembacaan silsilah, yang pada hakikatnya merupakan tapeele ne hedui herui untuk menghabiskan susah dan duka. Esoknya merupakan logo pengahe hari berhenti yang tanpa upacara khusus. Makanan sisa kemarin disuguhkan dan karenanya disebut woubai makanan basi. Hari ke lima diperuntukkan untuk upacara haga, yang menandai selesainya urusan si mati dengan dunia orang hidup dan hemanga roh almarhum agar berangkat ke dunia gaib tanpa di halangi wango kekuatan yang negatif. 45 Gambar 4. Upacara Haga pada peristiwa kedukaan 74 Pembawa ayam orang yang tidak memakai baju adalah pemimpin upacara, berdiri berhadapan dengan keluarga terdekat almarhum. Upacara ini harus dilakukan didalam kampong dengan membelakangi pintu toka dimu gerbang timur dari kampung Menutup rangkaian upacara kematian Hae Awu dilakukan malam hari, dengan upacara raja daru amu memaku rumah, yang diperuntukkan hanya diantara anggota keluarga almarhum. Bagian-bagian rumah yang penting ditancapi ruhelama daun selamat, yakni daun lontar yang disilang-silangkan dan dipaku dengan lidi. Dengan memaku ini dimaksud seluruh rumah dan penghuninya dilindungi dari kematian, agar tidak melanda lagi. iii. Upacara Para Ki’i Dalam upacara memotong kambing ini, segera sesudah penderita penyakit meninggal dilakukanlah upacara pemberian air minum minyak perjalanan juga, yang dicampur dengan 3 butir beras dalam tempurung minuman baru dengan sendok tempurung yang baru pula. Seekor ayam dibunuh pula, dengan cara dilubangi untuk diambil hatinya. Jika pihak keluarga almarhum cukup kaya, maka juga akan disembelih anak babi dan anak kambing. Pembawa berita kematian tidak boleh masuk begitu saja ke rumah atau kampung pemimpin upacara. Ia akan berdiri di luar pagar kampong sambil mengabarkan kabar 74 Gambar diambil dari dari buku Nico, L. Kana, Dunia Orang Sabu, Jakarta Timur Sinar Harapan, 1983, 46 dukacita tersebut. Rasa dukacita dinyatakan tuan rumah dengan berdiri dipagar kampung sambil melemparkan telur dan abu dalam terpurung kearah gerbang. Tindakan ini disebut lole awu tabe kolo mambawa abu menerpa kepala. Ia lalu meletakkan sedikit irisan daging kerbau dan kacang hijau dan gemuk babi campur air dingin di batu khusus. Hari ke-2 dua dilangsungkan upacara peraba kebao saling merampas kerbau. Hewan yang dibunuh itu direbut dagingnya beramai-ramai oleh hadirin. Hal ini konon untuk menandai kekayaan keluarga almarhum. Esoknya dilakukan upacara pemo memberisihkan. Esoknya lagi istirahat dan hari ke-5 lima diselenggarakanlah upacara haga yang juga diikuti upacara pemanggilan roh yang hidup dan akhirnya menanyai tombak. Sesudah itu baru dilakukan penutupan kembali dinding di bagian anjungan rumah atau labu laba pebare. Untuk upacara penutupan dinding itu Deo Rai diundang ke rumah almarhum untuk menyembelih kambing buat upacara. Ada kalanya ini diikuti dengan mencelupkan buah lontar ke dalam cairan mengkudu lalu mengusir roh orang mati ke luar rumah itu dengan mengibas-ibaskan daun waru ke pelbagai penjuru. iv. Upacara Tao Leo Yang disebut upacara kematian “membuat rumah atar teratak” ini paling kompleks penyelenggaraannya karena paling tinggi kedudukannya. Untuk itu didirikan teratak tempat orang-orang menari. Sambil menanti kedatangan orang-orang yang diundangi, jenazah dimandikan, diolesi minyak dan “bakar pusar”, dibungkus sarung atau selimut atau dibaringkan tepat di bagian batas anjungan dan buritan rumah. Anak babi dan anak kambing kemudian dilubangi hatinya dan diikuti pemberian minuman “minyak perjalanan” bagi almarhum. Hewan-hewan persembahan itu disajikan buat para leluhur, sedangkan pemberian minuman dilakukan sampai 3 tiga kali sambil diiringi penendangan 3 tiga kali pula 47 dinding anjungan. Tindakan ini melambangkan pengusiran kekuatan wango dari dalam rumah. Sesudah itu semua perhiasan dan pakaian dikenakan pada jenazah. Hal ini dikarenakan si mati sedang dalam perjalanan ke dunia gaib dan karena itu dianggap perlu berdandan sebaik mungkin. Bahkan harus diolesi agar bau tubuhnya pun harum. Sesudah siap pemimpin upacara lalu melakukan upacara “penembakan” dengan bedil tua yang pucuknya diarahkan ke barat. Maka menyusullah pembuatan leo dapi = teratak tikar yang bahannya terdiri dari 2 dua batang kayu dadap atau aju kare, sembilan tiang dan kayu-kayu palang, dinding anjungan, sehelai tikar kecil serta sejumlah tikar lebar. Dinding dan tikar kecil itu dilambangkan sebagai layar perahu. Pemasangan teratak ini didahului oleh makan bersama, yakni berlauk kerbau atau ditambah dengan daging babi. Hari ke-2 dua, fajar menyising, teratak harus diberi “makan” dan disebut pengaa’leo depi. Untuk dipotong seekor kerbau dan seekor babi. Sesudah itu sarapan bersama pun dilakukan dan disambung dengan tari-tarian sampai malam hari. Pada malam hari ke-3 tiga dilangsungkan oro rai jelajahi tanah menceritakan kebaikan almarhum atau pun orang-orang dalam garis keturunan lelaki dari almarhum, yang sudah mati. Hari ke-4 empat diundang orang yang melakukan upacara huri mada dere mencoret mata gendang; yang dimaksud ialah kulit tambur yang ditabuh. Mata gendang dan sejumlah gong kemudian dicoret dengan tanda silang +. 48 Gambar 5. Upacara Huri Made Dere pada waktu kedukaan. 75 Pemberian tanda + pada gendang ialah bagian dari upacara yang berlangsung sampai berhari-hari. Sekalipun demikian, upacara ini sering berlangsung dengan khidmat Saat mencoreti gendang si pelaku mengucapkan mantra, li mangau, bagi almarhum dan tokoh leluhur mitis bernama Ago Rai yang dianggap datang menjemput almarhum. Sesudah itu dilanjutkan dengan banyo, lagu duka. Sesudah itu dilangsungkan kata-kata hiburan dan pujian bagi para pelayat. Hari ke-5 lima masih dilanjutkan dengan tarian di bawah teratak. Menjelang sore hari berlangsung upacara perebutan daging kerbau sembelihan. Sebelum dipotong hewan- hewan itu, lazimnya 2 dua ekor kerbau dan seekor kuda, oleh pemimpin upacara diberi kelapa harum di telinganya sambil diriingi pengucapan mantra. Hari ke-6 enam ialah lodo pemo, hari pembersihan dan penutupan dinding anjungan. Dilanjutkan dengan memakan makanan sisa. Sedangkan haru ke-7 tujuh, hari terakhir, diisi dengan memaku erat-erat, raje pebare, dan memaniskan semua tempat yang telah digunakan untuk upacara dengan menyirami dengan air gula lontar. Mantra yang diucapkan selain memohon berakhirnya 75 Gambar diambil dari dari buku Nico, L. Kana, Dunia Orang Sabu, Jakarta Timur Sinar Harapan, 1983, 49 kematian buat rumah itu juga sekaligus buat pemeberkahan bagi seisi rumah yang ditinggal si mati. Analisa Dari penjelasan diatas, jelas terlihat ada banyak sekali proses atau ritual yang dilakukan jika ada anggota keluarga yang meninggal. Hal ini dilakukan tidak hanya untuk orang yang telah meninggal tetapi juga bagi keluarga yang ditinggalkan. Dari pihak keluarga yang masih hidup diperlukan tindakan ritual agar yang anggota keluaga yang sudah meninggal terjamin keadaannya “di alam sana” dan pihak yang hidup tidak dilanda “pengaruh buruk” baik itu perasaan dan kehilangan identitas, atau mendapat gangguan roh si mati akibat suatu kematian melainkan memperoleh berkat. 76 Dalam tahapan ritual untuk Made Nata mati manis, terdapat lima bentuk upacara yang dapat dipilih oleh keluarga. Penetapan jenis upacara yang dilakukan tergantung pada potensi ekonomi keluarga dari yang meninggal tersebut dan hubungan antara orang yang meninggal dengan sanak saudara, handai taulan dan kenalan baik atau tidak. Dari sini terlihat bahwa hubungan atau relasi yang baik antara sesama manusia sangat diperhitungkan. Hal ini dikarenakan pandangan masyarakat Sabu tentang hakikat manusia sebagai makhluk sosial, yang tidak dapat hidup sendiri sehingga membutuhkan pihak lain seperti, manusia lain, alam serta kekuatan gaib sehingga relasi yang baik antar sesama manusia sangat diperhatikan. Dari kelima bentuk upacara yang dilakukan terdapat persamaan tindakan pertama dalam memulai proses ini, yaitu jenazah diberi minum ai lango jara air minum perjalanan. Penulis melihat hal ini dikarenakan arti atau makna kematian bagi orang Sabu adalah sebuah perjalanan menuju alam gaib untuk berkumpul dengan para leluhur. Arwah 76 Ninik Dwiyantu S., Pengaruh Adat Tionghoa di Sekitar Kematian dalam Kehidupan Bergereja- Skripsi Salatiga Universitas Kristen Satya Wacana, 1990 hal. 30 50 orang yang meninggal tidak langsung akan berkumpul dengan para leluhur karena arwah para leluhur tidak berada di pulau Sabu tetapi di Yuli Haha tanjung Sasar dekat pulau Sumba. Oleh karena itu perlu di beri minum ai lango jara untuk bekal menuju alam gaib. Sama halnya ketika keluarga memberi satu uang koin logam ke mulut jenazah, ataupun memakaikan pakaian adat yang bagus serta didalam petinya ditaruh sarung ataupun selimut, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memberi bekal bagi orang yang telah meninggal untuk digunakan di alam gaib. Dalam budaya Sabu, biasanya ada yang masih memberikan atau menyediakan makanan bagi orang yang telah meninggal, hal ini dikarenakan adanya anggapan bahwa orang yang sudah meninggal itu masih ada. Jika ada anggota keluarga yang bermimpi bertemu dengan orang yang telah meninggal maka keluarga merasa ada yang ingin disampaikan oleh orang yang telah meninggal itu atau merasa bahwa orang yang telah meninggal tersebut sedang merasa lapar sehingga perlu diberi atau disediakan makanan. Dalam budaya Sabu, yang membawa satu barang atau hantaran bagi orang yang meninggal biasanya per satu desa bukan perorangan. Hal ini berbeda dengan kebudayaan orang Sabu yang telah tinggal diluar Sabu. Mereka biasanya membawa hantaran secara pribadi bukan kelompok. Pada waktu dilakukan pemotongan hewan yang merupakan hantaran dari keluarga, maka bagian kepala, dada dan isi perut di bawa kembali oleh tuan atau pemilik binatang, sedangkan sisanya diberikan kepada keluarga yang berduka. Barang atau hewan antaran dari keluarga atau kenalan akan dicatat sehingga ketika keluarga tersebut mengalami pesta atau acara lain termasuk kematian maka akan “dibalas” kembali oleh keluarga yang telah diberikan hantaran tersebut. Barang yang dibawa tidak harus sama baik jumlah atau pun jenisnya, tetapi hal ini dilakukan agar saling mengingat satu sama lain atau biasa disebut sistem balas jasa, sehingga apa yang kita lakukan kepada orang lain, maka hal itu yang akan di tambahkan pada kita. 51 Dalam buku Dunia Orang Sawu, Kana mengatakan bahwa kubur orang yang mati secara wajar ialah dibawah kolong balai-balai tanah atau disebut Kelaga Rai. Bila lelaki, maka kuburannya ditempatkan di bagian anjungan depan, sedangkan perempuan dikubur di bagian buritan belakang. Liang kubur bagi kematian manis berbentuk lubang melingkar. Jenazah dibaringkan pada sisi badan dengan lutut tertekuk ke dada, bagian depan jenazah lelaki diarahkan ke barat sedangkan perempuan ke timur. Hal ini melambangkan keadaan manusia di dalam rahim ibu, karena tanah merupakan lambang sosok seorang ibi. Adapun kuburan untuk kematian asin berbentuk persegi empat, terletak memotong arah panjang rumah di bagian sisi anjungan. Jenazah orang mati asin dikubur terlentang dengan kepala terletak kearah bagian depan rumah yang dipilin sedemikian rupa sehingga wajahnya menghadap ke bawah. 77 Jika berbicara tentang kuburan orang Sabu yang sederhana dan berada di bawah beranda rumah serta tidak banyak ornamen atau penanda yang menandakan adanya kuburan, penulis menilainya sebagai sebuah sikap sederhana sehingga mereka tidak menghias kuburnya dengan banyak ornamen. Selain itu adanya anggapan bahwa orang mati tersebut masih ada bersama-sama dengan keluarga sehingga mereka menguburnya di bawah beranda rumah agar sosoknya dirasa tetap tinggal bersama dengan mereka. Hal ini berpengaruh pada tindakan mereka yang masih memberikan makan untuk orang yang meninggal karena dianggap orang tersebut masih ada bersama-sama dengan mereka. Pada penjelasan-penjelasan diatas jelas terlihat bahwa adanya pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Namun sebelumnya penulis ingin memaparkan sedikit tentang kedudukan perempuan dalam kehidupan orang Sabu. Dalam pandangan Orang Sabu, perempuan ternyata memiliki tempat yang tinggi. 78 Mereka sering mengumpamakan 77 Nico L. Kana, Dunia Orang Sabu, Jakarta Timur Sinar Harapan, 1983 , 78 Ibid, hal. 23-24 52 matahari sebagai laki-laki sedangkan perempuan sebagai bulan, ataupun bumi sebagai laki- laki dan laut sebagai perempuan. Dalam pembagian kerja yang berdasarkan jenis kelamin di Sabu pada hakikatnya bukan karena laki-laki lebih tinggi kedudukannya daripada pihak perempuan, akan tetapi yang ingin ditonjolkan dengan adanya pembagian kerja adalah sifat keduanya saling melengkapi satu dengan yang lain, sehingga bersifat sederajat dan selaku teman sekerja. Hal ini sama dengan ajaran Kristen tentang kedudukan perempuan dan laki-laki dalah hal rumah tangga bahwa suami dan istri memiliki hubungan yang setara atau sebagai mitra kerja. Padahal pandangan orang Sabu tentang kedudukan perempuan telah ada jauh sebelum mereka mengenal agama Kristen. Penulis melihat adanya kesamaan antara ajaran orang Sabu dan ajaran agama Kristen. Bagi orang Sabu yang sudah tidak menetap lagi di pulau Sabu, biasanya tidak lagi melakukan ritual tersebut secara penuh. Mereka biasanya hanya melakukan ritual Huhu Kebie, “memberi makan” orang yang telah meninggal, atau pun menutupi jenazah dengan sarung perempuan dan selimut lelaki sesuai dengan strata sosial keluarga masing- masing. Ada pun yang masih memberikan sarung, selimut atau pun pakaian ke dalam peti jenazah sebagai bekal di dunia gaib. Dari pemaparan diatas juga dapat diidentifikasi bahwa pendampingan pastoral tidak hanya dilakukan oleh orang yang telah ahli atau profesional tetapi pendampingan pastoral lebih luas maknanya yaitu dapat dilakukan oleh siapa saja orang Kristen yang mau membantu orang lain baik yang ada didalam komunitas atau lingkungannya atau pun yang tidak. Hal ini dikarenakan pendampingan pastoral terutama mengacu pada semangat, tindakan, memedulikan dan mendampingi secara generik. Selain itu juga, jika kita melihat ritual yang dilakukan pada suku Sabu maka terlihat hampir sama dengan masyarakat tradisioanal lainnya, yaitu semua orang dalam lingkungan 53 atau komunitas terbesar atau dalam masyarakat dan komunitas terkecil atau keluarga inti dapat melakukan pendampingan. Jadi mereka saling menguatkan satu dengan yang lain sehingga keluarga yang berduka tidak merasa sendiri dalam kedukaannya, karena ada banyak orang yang memperdulikan kesedihannya. Oleh karena itu penulis ingin melihat bahwa sikap memedulikan sangat penting manfaatnya bagi orang yang sedang mengalami krisis. Sikap ini merupakan jalan masuk bagi seseorang yang ingin melakukan pendampingan pastoral. Hal ini di dapat penulis ketika melakukan observasi atau wawancara terhadap beberapa informan. Mereka sangat merasakan perhatian yang besar dari keluarga dan teman yang datang menunjukkan rasa peduli mereka terhadap kedukaan orang yang berduka sehingga mereka tidak berlama-lama dalam kedukaannya. Dari kelima jenis upacara tersebut yang telah dipaparkan diatas, maka terlihat bahwa ada makna pendampingan pastoral tidak langsung yang dilihat oleh penulis. Berikut ini akan dipaparkan beberapa temuan penulis tentang adanya makna pendampingan pastoral pastoral tidak langsung dalam ritual adat yang dilakukan, yaitu 1 Menyembuhkan Healing, yaitu suatu fungsi pastoral yang bertujuan untuk mengatasi beberapa kerusakan dengan cara mengembalikan orang itu pada suatu keutuhan dan menuntun dia kearah yang lebih baik dari sebelumnya. Penulis melihat fungsi ini didalam proses yang ada dalam ritual kematian suku Sabu. Seperti dalam ritual Huhu Kebie, dimana selain mengucapkan silsilah keturunan dari orang meninggal juga ada syair yang menunjukan bahwa hidup harus terus berlanjut sehingga tidak usah bersedih terlalu lama. Menurut penulis dalam ritual ini, keluarga mendapatkan fungsi pastoral menyembuhkan dari orang yang bisa melakukan ritual huhu kebie, karena secara tidak langsung dapat orang yang melantunkan syair itu telah memberikan semacam motivasi untuk terus 54 melanjutkan hidup karena kita yang hidup telah hilang ketergantungan dengan orang yang telah mati. 2 Menopang Sustaining, yaitu suatu fungsi pastoral yang menolong orang yang “terluka” untuk bertahan dan melewati suatu keadaan yang didalamnya terdapat pemulihan terhadap kondisi semula. Penulis melihat hal ini lewat kedatangan keluarga, kenalan dan handai taulan yang datang secara bersama-sama. Secara tidak langsung memberikan fungsi pastoral menopang agar keluarga yang berduka dapat bertahan di dalam masa berkabungnya. 3 Dalam ritual ini, penulis juga melihat fungsi memberdayakan empowering yang oleh Totok S. Wiryasaputra dalam buku Ready to Care 79 adalah untuk membantu orang yang didampingi menjadi penolong bagi dirinya sendiri pada masa depan ketika menghadapi kesulitan kembali. Bahkan, fungsi ini juga dipakai untuk membantu seseorang menjadi pendamping bagi orang lain. Hal ini tampak dalam keseluruhan ritual kematian yang dilakukan, yaitu bahwa orang yang datang ke rumah duka dan melihat ritual tersebut dilakukan maka mereka melihat dan menyaksikan sendiri bahwa keluarga yang berduka di bantu oleh kelompoknya untuk bisa bertahan dalam masa berduka dan ada rasa kekeluargaan yang tampak sehingga ketika kedukaan itu terjadi pada mereka, mereka telah mengetahui cara untuk bertahan dikala duka dan bisa memakai beberapa makna dari ritual ini untuk membantu orang lain yang sedang berduka. b Made Haro Mati Asin Dalam jenis Made Haro mati asin, maka akan diterima dengan menggunakan adat, yaitu dengan menggunakan genua bawang putih dan gula Sabu. Orang yang melayat pun 79 Totok S. Wiryasaputra, Ready to Care., 92-93 55 tidak diperbolehkan makan makanan di tempat orang yang meninggal, karena jika dilanggar maka akan ada dampak yang ditimbulkan seperti hewan ternak yang akan mati secara tiba- tiba. 80 Made Haro atau mati tidak layak, contohnya kematian yang disebabkan karena kecelakaan, yang meninggal karena bersalin dan lain-lain sehingga harus segera dikubur. Oleh karena hanya orang-orang tertentu yang boleh melayat. Orang yang melayat akan menerima makanan dari luar dan 3 tiga hari 3 tiga malam baru boleh kembali dari rumah. Yang mengatar makanan hanya boleh mengantar makanan sampai di depan Darra Roe atau pintu gerbang saja. Mayat orang yang mati karena kecelakaan, dikuburkan diluar rumah dan bentuk kuburannya persegi panjang. Upacara ini disebut Rue, sedangkan pada upacara kematian orang yang meninggal secara lazim atau biasa, mayatnya dibungkus dengan selimut adat dan dikuburkan dalam posisi jongkok dengan dibekali bahan makanan, sirih dan buah pinang. 81 Dalam budaya orang Sabu, jika yang meninggal adalah orang tua, maka pestanya akan sangat mewah apabila di bandingkan dengan anak muda. Hal ini dilakukan untuk memberikan penghormatan kepada yang meninggal. Jika yang meninggal adalah trurunan raja atau para bagsawan maka acara kematian bisa dilakukan sampai 3 tiga bulan atau 1 satu tahun. Dalam budaya orang Sabu, ada proses dari ritual yang dilakukan adalah menangis sambil melantunkan syair yang disebut Huhu kebie yang adalah cerita tentang silsilah keluarga keturunan. Orang yang melakukan Huhu kebie adalah orang yang secara kodrati atau alamiah dapat melakukannya atau yang biasa disebut dengan istilah karunia. Biasanya dilantunkan oleh dua atau lebih orang. 80 Hasil wawancara dengan bapak YB 60 tahun, pada 27 Maret 2012, di kediaman bapak YB, pada pukul WITA 81 http 56 Pada waktu meratapi jenazah, orang yang melakukan Huhu kebie akan dibungkus atau ditutupi dengan kain atau mereka menyebutnya dengan kata selimut. Dalam Huhu kebie, silsilah yang dilantunkan adalah garis keturunan ibu dan bapak. Silsilah yang dilantunkan biasanyanya sangat panjang, dimulai dari silsilah orang yang meninggal sampai pada turunan yang pertama. 82 Orang coba susun silsilah tapi tidak mengetahuinya secara pasti atau persis, mereka bisa mendapakan kesialan atau celaka. 83 Dalam budaya Sabu, jika suami dari saudara perempuan meninggal, maka setelah acara penguburan, pada malam harinya saudara laki-laki dari perempuan atau istri dari suami yang meninggal, dapat meminta agar saudara perempuanya dibawa pulang mengikuti mereka. Akan tetapi jika anak-anak mereka tidak setuju maka mereka akan berkata, “Mama punya air susu belum kering, jadi kita masih mau mama ada bersama-sama dengan kita”, artinya mereka masih membutuhkan kasih sayang dari ibu mereka. Sedangkan bagi keluarga dari suami yang telah meninggal itu akan berkata, “kita ambil dia ibuistri dengan baik-baik, maka jika dia sedang mengalami masalah dan kehilangan, kita tidak bisa melepaskan dia begitu saja”. Hal ini wajib dilakukan karena merupakan aturan adat. Jika orang Sabu yang meninggal di luar pulau Sabu, maka akan dibawa rambut dari orang yang telah meninggal, namun sekarang barang yanga dibawa bisa berupa foto atau pun pakaian. Ritual ini disebut Ru’ Ketu. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan kepada keluarga di Sabu bahwa salah satu anggota keluarga mereka ada yang telah meninggal. Selain itu 82 Hasil wawancara dengan WD 66 tahun, pada hari rabu, 19 Oktober 2011, pukul wita, di kediaman bapak WD 83 Hasil wawancara dengan bapak DTB 40 tahun, pada 15 Januari 2012, di kediaman bapak DTB, pada pukul WITA 57 dalam budaya Orang Sabu, setiap orang Sabu adalah milik tanah Sabu. Di manapun dia bepergian wajib baginya untuk kembali ke kampung halamannya. Penjemputan terhadap Ru’ Ketu dilakukan dengan menggunakan adat. 84 Dalam buku Dunia Orang Sabu Nico L. Kana, disebutkan pula tentang proses ritual bagi Made Haro. Jika misalnya kematian asin ini karena korban jatuh dari pohon lontar, maka ia diangkut dengan tandu yang terbuat dari pelepah lontar yang disebut kelaga apa balai-balai pelepah ke kampung. Para pengiring jenazah, di sepanjang jalan menyanyikan nyanyian Hida Ngara, Rai Seruan Nama Tuhan menabur-naburkan biji jagung dan kacang hijau. Penanduan secara demikian itu dibolehkan jika kematian itu terjadi sesudah dilakukan upacara penutupan tungku masak gula lontar, yaitu upacara yang menandai berakhirnya masa kegiatan kerja yang dianggap penting dan kritis. Apabila kematian asin ini terjadi pada masa kegiatan memasak gula, maka penanduan korban ke kampung tidak boleh dilakukan sambil menyanyi seperti disebutkan tadi. Cara memasukkannya di kampung pun berbeda. Bukan lewat gerbang kampung akan tetapi melangkahi pagar karang. Ini disebut lila lau paga biri terbang pagar langkahi pagar. Pada hari ke-3 tiga diadakan lagi upacara “memaniskan” namun dipimpin Deo Rai. Juga buat dia diserahkan 7 tujuh ekor hewan rumah. Ia disambut dengan suguhan sirih pinang. Di rumah almarhum dipotong pula seejor babi untuk makan bersama warga atau disebut senga’a pana. Babi yang disembelih itu disebut wawi luna nyiu nata babi keramas manis. Dengan ini keadaan wajar dikembalikan lagi di antara mereka. Upacara yang kemudian menyusuli ialah seperti yang ada pada kematian biasa, yakni membersihkan, kemudian haga, diteruskan dengan “memaku rumah”. Dengan demikian lengkaplah mati asin itu menjadi mati manis. 85 84 Hasil wawancara dengan WD 66 tahun, pada hari rabu, 19 Oktober 2011, pukul wita, di kediaman bapak WD. 85 Nico L. Kana, Dunia Orang Sabu, Jakarta Timur Sinar Harapan, 1983 , hal. 68-73 58 Analisa Dalam ritual kematian suku Sabu untuk jenis mati asin made haro, penulis melihat adanya fungsi pastoral 1 Menyembuhkan Healing, yaitu suatu fungsi pastoral yang bertujuan untuk mengatasi beberapa kerusakan dengan cara mengembalikan orang itu pada suatu keutuhan dan menuntun dia ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Hal ini jelas terlihat dari keseluruhan proses mati asin made haro, yang adalah mati secara tidak wajar atau karena kecelakaan sehingga mereka melakukan ritual “memaniskan” kembali keadaan yang telah rusak agar orang telah meninggal tersebut dapat diterima untuk berkumpul dengan para leluhur di alam gaib. Selain itu juga dapat memberikan “kesembuhan” secara batin yang terluka akibat kematian anggota keluarga secara tidak wajar serta menormalkan segala hal yang telah “asin” ke keadaan semula. 2 Mendamaikan Reconciling, yaitu suatu fungsi pastoral yang bertujuan untuk berupaya membangun ulang relasi manusia dengan sesamanya dan antara manusia dengan Allah. Hal ini menurut penulis karena hubungan manusia dan sesama serta Tuhannya telah terluka akibat kematian yang tidak wajar sehingga dalam segala bentuk ritual mati asin made haro dilakukan proses memaniskan kembali ke keadaan semula sehingga hubungan atau relasinya dapat tejalin lagi. Gambar 6. Tetan Disini juga terlihat ba membutuhkan satu sama lain d dengan alam dan Tuhan. Sehin keadaan yang menimpa kita penjelasan di bab II dua terlih fisik, aspek mental, aspek spiri dapat melihat bahwa semua a manusia yang satu dengan ya manusia dapat menolong satu d Sama halnya dengan ad melayat untuk tidak makan di menurut penulis mereka mem mendapatkan kesialan yang sa lain begitu jelas terlihat. Akan t 86 Gambar diambil dari dari buku Nico, 59 tangga dan Kerabat berdatangan ketika terjadi kema bahwa manusia adalah makhluk sosial yang n dan memiliki relasi tidak hanya dengan sesama hingga hubungan baik itu harus terus terjaga sehi ta ada banyak tangan yang datang menolong. rlihat bahwa manusia memiliki empat aspek utama iritual dan aspek sosial yang ada dalam dirinya. D a aspek harus diperhatikan secara baik sehingga yang lain saling melengkapi. Dengan menyada u dengan yang lain. adat mereka yang tidak memperbolehkan orang di tempat atau rumah duka selain karena takut mementingkan atau mempedulikan satu sama lai sama. Disini terlihat bahwa sikap memperdulika n tetapi bukan berarti dengan tidak membiarkan or o, L. Kana, Dunia Orang Sabu, Jakarta Timur Sinar Harap ematian 86 g hidup saling ma, tetapi juga ehingga apapun . Seperti pada ma, yaitu aspek a. Dari sini kita gga keberadaan adari ini maka ng yang datang ut sial, adat ini lain agar tidak likan satu sama orang lain ikut rapan, 1983, 60 sial, mereka membiarkan orang yang meninggal tidak diurus karena takut sial tetapi mereka tetap melakukan setiap prosesnya agar kematian yang tidak wajar tersebut dapat dimaniskan kembali agar dapat diterima dengan baik oleh para leluhur dan mempermudah jalan menuju alam gaib. 3. 2. 2. Pemau Do made, meretas jalan menuju nirwana
Saatjiwa telah pergi, maka tubuh itu lebih baik diberikan kepada makhluk hidup lain. Ritual yang mengerikan ini sudah ada di Tibet sejak abad ke-12. Namun saat ini tidak banyak dilakukan, karena dianggap mengerikan. Memumikan Diri Sendiri Selama 2.000 Hari. Ritual ini adalah ritual lama yang dilakukan oleh warga Jepang.
Death is an important event that is deeply moving in a drama of life, so that such events never allowed to pass. In the traditiorfoiety, the death is always raising different ritual, that is, the sacred ritual. Javanese moslems have special ritual. The ritual is acculturation between Hindu, Budha and Islamic continually in the past, and now it appears a new tradition. This tradition is different from those in other countries Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628 TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 161 MAKNA RITUAL KEMATIAN DALAM TRADISI ISLAM JAWA Abdul Karim Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Telepon 081325438820 Abstract Death is an important event that is deeply moving in a drama of life, so that such events never allowed to pass. In the traditiorfoiety, the death is always raising different ritual, that is, the sacred ritual. Javanese moslems have special ritual. The ritual is acculturation between Hindu, Budha and Islamic continually in the past, and now it appears a new tradition. This tradition is different from those in other countries. Key words Ritual, acculturation, Hindu-Buddist Influence, Javanese Moslem 1. Pendahuluan Kematian di dalam kebudayaan apapun hampir pasti disertai acara ritual. Ada berbagai alasan mengapa kematian harus disikapi dengan acara ritual. Masyarakat Jawa memandang kematian bukan sebagai peralihan status baru bagi orang yang mati. Segala status yang disandang semasa hidup ditelanjangi digantikan dengan citra kehidupan luhur. Dalam hal ini makna kematian bagi orang Jawa mengacu kepada pengertian kembali ke asal mula keberadaan sangkan paraning dumadi. Kematian dalam budaya Jawa selalu dilakukan acara ritual oleh yang ditinggal mati. Setelah orang meninggal biasanya dilakukan upacara doa, sesaji, selamatan, pembagian waris, pelunasan hutang dan sebagainya Layungkuning, 2013 98-99. Dalam sudut pandang Islam sesungguhnya Allah swt adalah dzat yang menciptakan manusia yang memberikan kehidupan dengan dilahirkannya ke dunia, kemudian menjemputnya dengan kematian untuk mengahadap kembali kepada-Nya. Itulah garis yang telah ditentukan oleh Allah kepada makhluk-Nya, tidak ada yang dilahirkan ke dunia ini lantas hidup untuk selamanya. Roda dunia ini terus berputar dan silih berganti kehidupan dan kematian di muka bumi ini, hukum ini berlaku bagi siapapun tidak membedakan jenis kelamin laki-laki atau perempuan, tua atau muda, miskin atau kaya, rakyat atau pejabat. Pendeknya segala macam perbedaan kasta dan status sosial semua harus tunduk kepada hukum alam yang telah ditentukan Allah swt sunnatullah. Penulis menyatakan bahwa kematian merupakan sebuah fenomena, karena kematian terus terjadi berulang-ulang, dengan objek yang sama yaitu manusia. Semua manusia pasti akan dijemput oleh kematian. Saya dan anda tentu juga manusia yang berarti bahwa saya dan juga anda akan menjumpai kematian itu. Mungkin anda lebih dulu menjumpai kematian dari pada saya, atau sebaliknya saya lebih akhir dijemput oleh kematian dan pada anda. Yang pasti ketika kematian itu sudah datang menjemput, maka tak seorangpun dapat menghindarinya. Sebagaimana firman Allah swt dalam surat al-Jum’ah ayat 8 yang artinya “Katakanlah. Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada Allah, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. Sadar atau tidak sesungguhnya setiap hari manusia sudah diberikan gambaran dan pelajaran oleh Allah swt tentang kelahiran dan kematian yang akan dialami oleh semua manusia. Simak saja aktifitas manusia dari mulai bangun tidur kemudian tidur kembali. Bangun dan tidur merupakan gambaran metaforis akan kelahiran manusia. Oleh karena itu Rasulullah mengajarkan doa kepada Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628 TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 162 manusia ketika bangun tidur dengan mengatakan “Alhamdulillahi, alladzi ahyana ba „da ma amatana wa ilaihinnusyur” Artinya “Segala puji bagimu ya Allah, yang telah menghidupkan kembali diriku setelah kematianku, dan hanya kepada-Mu nantinya kami semua akan berpulang kepada-Mu”. Demikian indahnya untaian doa tersebut, dan begitu dalam makna dan pesan doa tersebut. Bahwa setiap pagi adalah hari kelahiran dan sebaliknya setiap malam adalah malam kematian Hidayat, 2005 4-6. Karena setiap malam ketika seseorang tidur sesungguhnya telah mengalami kematian sesaat sampai orang tersebut bangun kembali. Hal ini pula tersirat dalam doa menjelang tidur yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw, sebagaimana berikut “Bismika Allahumma Ahya wa Amut”, yang artinya Ya Allah dengan Asma-Mu aku menjalani hidup dan dengan Asma-Mu pula aku menjalani kematian malam ini. Membahas tentang kematian secara psikologis menimbulkan suatu pengaruh kejiwaan antara menerima dan keterpaksaan dalam menghadapi kematian tersebut. Akan terasa sedih ketika manusia dijemput oleh kematiannya sedangkan ia dalam keadaan terlena oleh kehidupan dunia sementara kematian menjadi penghalangnya untuk mencintai dan menikmati segala fasilitas yang menggiurkan dan menyenangkan berupa harta benda, pangkat jabatan dan sebagainya. Oleh karena itu sering kali kesadaran tersebut memunculkan sebuah protes psikologis berupa penolakan terhadap kematian, bahwa masing-masing orang tidak mau mengalami kematian. Setiap orang berusaha menghindari semua jalan yang mendekatkan diri dari pintu kematian, mendambakan dan membayangkan keabadian. Pemberontakan dan penolakan terhadap kematian ini kemudian melahirkan dua madzhab psikologi kematian, yaitu Hidayat, 2005 xvi-xvii 1. Madzhab relegius, yaitu mereka yang menjadikan agama sebagai rujukan bahwa keabadian setelah mati itu ada, dan untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi seseorang yang beragama menjadikan kehidupan akhirat sebagai objek dan target yang paling utama. Kehidupan dunia layak untuk dinikmati, akan tetapi itu bukan tujuan akhir dari sebuah proses kehidupan. Sehingga apapun yang dilakukan ketika hidup di dunia adalah merupakan inventaris seseorang untuk dinikmati kelak di akhirat. 2. Madzhab sekuler, yaitu mereka yang tidak peduli dan tidak yakin akan adanya kehidupan setelah kematian. Namun secara psikologis keduanya memiliki kesamaan yaitu spirit heroisme yang mendambakan keabadian hidup agar dirinya dapat dikenang sepanjang masa. Untuk memenuhi keinginan itu seseorang ingin menyumbangkan sesuatu yang besar dalam hidupnya untuk keluarga, masyarakat, bangsa dan dunia. Maka setiap orang berusaha untuk meninggalkan warisan bagi orang lain. Ketika al-Qur’an berbicara tentang kematian, banyak perspektif yang bisa digunakan dalam memahami makna kematian itu sendiri. Kalau selama ini al-Qur’an lebih dipahami secara literal dan tekstual, maka pemahaman akan kematian hanya sekedar manusia dapatkan dari apa yang terdapat dalam bunyi teks itu sendiri. Jika manusia pahami al-Qur’an secara kontekstual maka al-Qur’an akan banyak memberi pemahaman yang beragam mengenai hakekat kematian. Mungkin manusia akan memperoleh banyak informasi tentang arti dan hidup dan mati baik yang tersirat maupun yang tersurat. Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628 TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 163 Ada korelasi antara upacara kematian dalam ajaran Islam yang telah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dengan ritual kematian yang berlaku di dalam masyarakat Jawa. Kehadiran Islam kemudian memberikan pengaruh sinergis antara upacara kematian dalam ajaran Islam dengan tradisi yang sudah ada pada masa Hindu-Budha. Di sinilah al-Qur’an dimaksudkan bukan bagaimana individu atau kelompok orang memahami al-Qur’an penafsiran, tetapi bagaimana al-Qur’an itu disikapi dan direspon oleh masyarakat Muslim dalam realitas kehidupan sehari-hari menurut konteks budaya dan pergaulan sosial. Apa yang dilakukan adalah merupakan panggilan jiwa yang merupakan kewajiban moral untuk memberikan penghargaan, penghormatan dan cara memuliakan kitab suci yang diharapkan pahala dan berkah dan al-Qur’an sebagaimana keyakinan umat Islam terhadap fungsi al-Qur’an yang dinyatakan sendiri secara beragam. Oleh karena itu maksud yang dikandung bisa saja sama tetapi ekpresi dan ekspektasi masyarakat terhadap al-Qur’an antara kelompok, golongan, etnis dan antar bangsa satu dan yang lainnya bisajadi berbeda Mansyur, dkk, 2007 49-50. 2. Konsep tentang Kematian Mati dalam bahasa Jawa disebut dengan pejah. Konsepsi orang Jawa tentang kematian dapat dilihat dari konsepsi mereka tentang kehidupan. Bagaimana cara orang Jawa melihat kehidupan akan sangat terkait dengan bagaimana orang mempersepsikan tentang kematian. Orang Jawa seringkali merumuskan konsep aksiologis bahwa urip iki mung mampir ngombe hidup ini cuma sekedar mampir minum. Atau dengan konsep yang lain, urip iki mung sakdermo nglakoni hidup ini cuma sekedar menjalani atau nrima ing pandhum menerima apa yang menjadi pemberian-Nya. Menurut pemahaman orang Jawa, setiap manusia telah digariskan oleh takdir. Baik atau buruk, bahagia atau derita, kaya atau miskin adalah buah dan ketentuan takdir yang harus diterima dengan sikap legawa. Sedangkan sikap legawa adalah situasi batin yang muncul karena suatu sikap nrima ing pandhum itu sendiri, kemampuan diri untuk menerima segala bentuk kehidupan yang ada sebagaimana adanya Layungkuning, 2013 100-101. Sedangkan secara etimologi/harfiah mati itu terjemahan dan bahasa Arab mata-yamutu-mautan. Yang memiliki beberapa kemungkinan arti, di antaranya adalah berarti mati, menjadi tenang, reda, menjadi usang, dan tak berpenghuni Munawwir, 1997 1365-1366. Dalam beberapa kamus bahasa Arab, kata al-maut adalah lawan dan al-hayah, dan al-mayyit yang mati merupakan lawan kata dan al-hayy yang hidup. Asal arti kata al-maut dalam bahasa arab adalah as-sukun diam. Semua yang telah diam maka dia telah mati. Mereka orang-orang arab berkata “matat an-nar mautan” api itu benar-benar telah mati, jika abunya telah dingin dan tidak tersisa sedikitpun dan baranya. “mata al-harr wa al-bard” panas dan dingin telah mati, jika ia telah lenyap. “matat ar-rih” angin itu telah mati, jika ia berhenti dan diam. “matat al-Khamr” khamr itu telah mati, jika telah berhenti gejolaknya, dan “al-maut” segala apa saja yang tidak bernyawa Ibnu Manzhur, 774, 547, 773 dan AlAsyqar, 2005 2 1-22. Adapun dalam terminologi agama, mati adalah keluarnya ruh dan jasad atas perintah Allah swt. Tidak seorangpun memilki kewenangan tersebut kecuali Allahlah yang memiliki otoritas untuk mengambil ruh dari jasad dengan memerintahkan malaikat Izrail untuk mencabutnya Ash-Shufi, 2007 3. Kematian adalah berpisahnya ruh nyawa dengan tubuh jasad untuk sementara waktu yang telah ditentukan. Jadi mati itu adalah ketika ruh meninggalkan tubuh dan ke luar dan dalamnya yang telah dicabut oleh malaikat Izrail pencabut nyawa. Adapun terpisahnya ruh dengan tubuh itu Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628 TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 164 bukanlah untuk selama-lamanya, akan tetapi perpisahan itu hanyalah dalam waktu sementara saja. Setelah manusia mati kemudian dimandikan, dikafani, dishalati dan dikuburkan. Selanjutnya ruh yang telah berpisah dengan tubuh tersebut nanti akan kembali lagi memasuki tubuhnya. Di dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa setelah manusia itu mati dan dikuburkan maka ia akan dihidupkan kembali sebagaimana firman Allah swt. Surat al-!Baqarah ayat 28 dan 56, juga Qs. Al-Hajj 7 Umar, 1979 38-39. Al-Qur’an berbicara tentang kematian dalam banyak ayat, sementara para pakar memperkirakan tidak kurang dari tiga ratusan ayat yang berbicara tentang berbagai aspek kematian dan kehidupan sesudah kematian kedua Shihab, 1996 9 1-92. Berikut ini adalah di antara ayat-ayat tentang kematian dalam A1-Qur’an, Qs. al-Baqarah 19, 28, 94, 95, 132, 161, 180 dan 243. Sebagai berikut Artinya “atau seperti orang-orang yang ditimpa hujan lebat dan langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena mendengar suara petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.” Qs. Al-Baqarah 19 Artinya “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?” Qs. Al-Ba qarah 28 Artinya Katakanlah “Jika kamu menganggap bahwa kampung akhirat surga itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, ma/ca inginilah kematian mu, jika kamu memang benar.” Qs. Al-Baqarah 94 Artinya. “Dan sekali-kali mere/ca tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya.” Qs. Al-Baqarah 94. 3. Hakekat Kematian Dalam perspektif Jawa kematian hakekatnya adalah mulih pulang ke asal mulanya. Orang Jawa memahami kehidupan dan kematian dalam filosofi sangkan paraning dumadi untuk mengetahui kemana tujuan manudia setelah hidup berada di akhir hayat. Hal ini tersirat maknanya dalam kalimat tembang Dhandanggula warisan para leluhur Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628 TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 165 “kawruhana sejatining urip ana jeruning alam donya/bebasane mampir ngombe/umpama manuk mabur/lunga saka kurungan niki/pundi pencokan benjang/awja kongsi kaleru/njan sinanjan ora wurung ba/cal mulih/umpama lunga sesanja/ mulih mula mulanira.” ketahuilah sejatinya hidup, hidup di alam dunia, ibarat perumpamaan mampir minum, ibarat burung terbang, pergi dan kurungannya, di mana hinggapnya besok, jangan sampai keliru, umpama orang pergi bertandang, saling bertandang, yang pasti bakal pulang, pulang ke asal mulanya Layungkuning, 2013 109-110. Berbicara tentang hakikat kematian adalah merupakan persoalan yang sangat rumit. Karena persoalan hakekat itu adalah ranah ontologis dalam dimensi filsafat. Namun untuk masuk pada tahap awal mengetahui hakikat kematian itu sendiri, maka penulis berpendapat bahwa kematian adalah merupakan fase dan sebuah perjalanan mahluk hidup itu sendiri yang menjadi awal dan terlepasnya belunggu kehidupan di dunia. Rasulullah sendiri pernah mengatakan bahwa sesungguhnya dunia itu merupakan belenggu penjara bagi orang yang beriman. Kalau analoginya dunia adalah bermakna kehidupan jasad seseorang dan keimanan adalah ruh yang besemayam di dalamnya, maka Artinya bahwa terlepasnya kehidupan di dunia ini merupakan kata kunci untuk menyibak hakikat dan kematian itu sendiri. Jika demikian maka sesungguhnya kehidupan adalah hakikat dan kematian itu sendiri. Karena kematian itu sesungguhnya adalah proses untuk menuju suatu kehidupan yang lebih hakiki. Yaitu kehidupan akhirat yang kekal abadi. Persoalan kematian sebenarnya adalah persoalan materi dan bukan pada persoalan nih. Karena ruh itu yang membuat suatu materi itu menjadi hidup. Tanpa nih segala hal yang berupa materi adalah mati. Dalam pemikiran Syekh Siti Jenar menyatakan bahwa “dunia ini adalah alam kematian”. Dunia adalah alam kubur dan raga adalah sebuah terali besi yang menahan jiwa berada di dunia dan merasakan kesusahan hidup di dunia, seperti rasa haus, lapar, dan sedih. Hidup sesungguhnya hanyalah sebuah persiapan untuk memasuki kehidupan yang sebenamya. dan jika tidak siap, maka jiwa akan terperangkap ke dalam alam kematian kembali yang bersifat mayit atau bangkai. Hidup yang sebenarnya adalah hidup tanpa raga, karena raga telah banyak menimbulkan kesesatan. Raga adalah kerangkeng bagi diri atau jiwa yang menyebabkan manusia hidup dalam banyak penderitaan Chodjim, 2002 22-24. Sesungguhnya hakikat hidup adalah kekal selamanya dan tak tertimpa kematian. Perputaran bumi pada porosnya, atau terjadinya siang dan malam adalah merupakan analogi yang menggambarkan tentang hal hidup dan mati. Ketika manusia lahir, dia sebenarnya “born to die” lahir untuk menuju kematiannya. Dunia bukan jalan hidup tetapi jalan menuju kematian. Hidup yang sebenarnya adalah tanpa raga, telanjang dalam wujud frekuensi murni. Kebutuhan manusia di dunia akan makanan dan minuman atau sandang, pangan, papan pakaian, makanan dan tempat tinggal selama di dunia hanyalah sarana untuk menunda kematian, sedangkan kelahiran manusia tak lain adalah proses kematian itu sendiri, karena kematian itu tidak bisa dihentikan Chodjim, 2002 27. 3. Asal Usul Ritual Kematian dalam Islam Jawa Asal usul ritual kematian dalam masyarakat Islam Jawa itu sudah ada sejak dulu sebelum Hindu dan Budha. Kemudian masuknya agama Hindu dan Budha memberikan pengaruh dan terbentuknya budaya baru yang merupakan ajaran Hindu dan Budha. Ada beberapa tradisi yang berasal dari agama Hindu dan Budha, di antaranya adalah sebagai berikut Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628 TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 166 Pertama, tentang doa selamatan kematian 7, 40, 100 dan 1000 hari. Manusia mengenal sebuah ritual keagamaan di dalam masyarakat muslim ketika terjadi kematian adalah menyelenggarakan selamatan/kenduri kematian berupa doa-doa, tahlilan, yasinan di hari ke 7, 40, 100, dan 1000 harinya. Dalam keyakinan Hindu ruh leluhur orang mati harus dihormati karena bisa menjadi dewa terdekat dan manusia. Selain itu dikenal juga dalam Hindu adanya samsara menitis/reinkarnasi. Dalam Kitab Manawa Dharma Sastra Weda Smerti hal. 99, 192, 193 dalam disebutkan “Termashurlah selamatan yang diadakan pada hari pertama, ketujuh, empat puluh, seratus dan seribu “. Dalam buku media Hindu yang benjudul “Nilai-nilai Hindu dalam budaya Jawa, serpihan yang tertinggal” dalam karya Ida Bedande Adi Suripto. Ia mengatakan “Upacara selamatan untuk memperingati hari kematian orang Jawa han ke 1, 7, 40, 100, dan 1000 hani adalah tradisi dari ajaran Hindu”. Sedangkan penyembelihan kurban untuk orang mati pada hari hari 1, 7, 4, dan 1000 terdapat pada kitab Panca Yadnya hal. 26, Bagawatgita hal. 5 no. 39 yang berbunyi “Tuhan telah menciptakan hewan untuk upacara korban, upacara kurban telah diatur sedemikian rupa untuk kebaikan dunia.” Kedua, tentang selamatan yang biasa disebut Genduri Kenduri atau Kenduren. Genduri merupakan upacara ajaran Hindu. Masalah ini terdapat pada kitab sama weda hal. 373 no. 10 dalam dalam yang berbunyi “Sloka prastias mai plpisa tewikwani widuse bahra aranggayimaya jekmayipatsiyada duweni narah “. Antarkanlah sesembahan itu pada Tuhanmu Yang Maha Mengetahui. Namun demikian tidak berarti bahwa ritual kematian yang berlaku di masyarakat Islam Jawa sebagai prilaku sesat. Karena adat atau tradisi sejauh tidak bertentangan dengan nilai dan ajaran agama Islam maka itu tidak ada larangan. Budaya merupakan fitrah yang diberikan oleh Tuhan kepada seluruh manusia yang hidup di muka bumi ini, dan Allah menciptakan manusia memang dalam bentuk keragaman suku dan bangsa yang memiliki keragaman budaya. Sehingga tidak ada alasan sebuah budaya dijustifikasi sebagai sesuatu yang sesat. Budaya merupakan khazanah dan aset bangsa, harus dilestarikan dan dikembangkan bukan untuk digusur dan dimatikan. 5. Makna yang Terkandung dalam Ritual Kematian Masyarakat Islam Jawa Tradisi yang dilakukan oleh masyarakat di desa penulis desa Bakalan Kalinyamatan Jepara dan juga di masyarakat Jawa pada umumnya dalam menghadapi peristiwa kematian, hampir sama persis dengan apa yang disampaikan oleh Geertz dalam buku The Religion of Java. Ia menjelaskan bahwa ketika terjadi kematian di suatu keluarga, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah memanggil modin, selanjutnya menyampaikan berita kematian tersebut di daerah sekitar bahwa suatu kematian telah terjadi. Kalau kematian itu terjadi sore atau malam hari, mereka menunggu sampai pagi berikutnya untuk memeulai proses pemakaman. Pemakaman orang Jawa dilaksanakan secepat mungkin sesudah kematian. Segera setelah mendengar berita kematian, para tetangga meninggalkan semua pekerjaan yang sedang dilakukannnya untuk pergi ke rumah keluarga yang tertimpa kematian tersebut. Setiap perempuan membawa sebaki beras, yang setelah diambil sejumput oleh orang yang sedang berduka cita untuk disebarkan ke luar pintu, kemudian segera ditanak untuk slametan. Orang laki-laki membawa alat-alat pembuat nisan usungan untuk membawa mayat ke makam, dan lembaran Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628 TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 167 papan untuk diletakkan di liang lahad. Dalam kenyataannya hanya sekitar setengah lusin orang yang perlu membawa alat-alat itu; sebaliknya hanya sekedar datang dan berdiri sambil ngobrol di sekitar halaman Geertz, 1983 91-92. Dalam tradisi masyarakat Islam Jawa kematian seseorang dalam ritual pemakamannya pertama terdapat ritual semacam “pembekalan” bagi ruh dalam fase kehidupannya di alam yang baru. Karena ruh itu tidak pernah mati, oleh karena itu pembekalan terhadap nih orang yang meninggal diyakini dapat ditangkap dan dirasakan oleh ruh orang yang telah meninggal tersebut. Di antarnya adalah dikumandangkannya adzan dan iqamah setelah mayat diletakkan di liang lahat dan sebelum ditimbun dengan tanah, setelah itu dibacakan telkin taiqin. Modin membacakan telkin yang merupakan rangkaian pidato pemakaman yang ditujukan kepada almarhum, pertama-tama dalam bahasa Arab dan kemudian dalam bahasa Jawa Geertz, 1983 95. Taiqin dalam bahasa Arab maknanya adalah mendikte. Jadi taiqin adalah mendiktekan kata-kata atau kalimat tertentu agar ditirukan oleh orang yang barn meninggal tersebut. Yang dimaksudkan di sini adalah mengajarkan kepada ruh agar dapat mengingat dan menjawab pertanyaan di alam kubur. Tradisi ini di sandarkan pada kenyataan teologis bahwa ketika seseorang telah dikuburkan maka Allah akan mendatangkan dua malaikat penanya si mayat di dalam kubur. Sehingga subtansi taiqin itu sesungguhnya mengingatkan pada ruh jenazah tentang pertanyaan-pertanyaan di dalam kubur. Masyarakat umumnya meyakini bahwa ruh orang yang di kubur dapat mendengar dan merasakan kehadiran orang yang masih hidup, bahkan menjawab salam orang yang mengunjunginya. Dengan demikian ketika dibacakan taiqin terhadapnya setelah dikuburkan maka ia dapat mendengar nasihat dan memperoleh manfaat darinya Sholikhin, 2010 20-25. Situasi sosial budaya masyarakat Islam Jawa dapat dilihat dan kebiasaan adat, baik yang berkaitan dengan ritual keagamaan maupun tradisi lokal masyarakat tersebut, di antaranya Selamatan orang yang telah meninggal. Tradisi ini dilakukan setiap ada orang yang meninggal dunia dan dilaksanakan oleh keluarga yang ditinggalkan. Adapun waktu pelaksanaannya yaitu sebagai berikut Layungkuning, 2013 117-118 1. Bertepatan dengan kematian ngesur tanah dengan rumusan jisarji, maksudnya hari kesatu dan pasaran juga kesatu; 2. Nelung dina dengan rumus lusaru, yaitu hari ketiga dan pasaran ketiga 3. Tujuh hari setelah kematian mitung dina dengan rumusan tusaro, yaitu hari ketujuh dan pasaran kedua; 4. Empat puluh han metangpuluh dina dengan rumus masarama, yaitu hari ke lima dan pasaran ke lima; 5. Seratus hari nyatus dina dengan rumus rosarama yaitu hari ke dua pasaran ke lima; 6. Satu tahun setelah kematian mendak pisan dengan rumus patsarpat, yaitu hari ke empat dan pasaran ke empat; 7. Tahun ke dua mendhak pindho, dengan rumus jisarly, yaitu hari satu dan pasaran ketiga; 8. Seribu hari setelah kematian nyewu, dengan rumus nemasarma, yaitu hari ke enam dan pasaran ke lima; 9. Haul khol, peringatan kematian pada setiap tahun dan meninggalnya seseorang. Ngesur tanah memiliki makna bahwa jenazah yang dikebumikan berarti perpindahan dari alam fana ke alam baka, asal manusia dari tanah selanjutnya Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628 TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 168 kembali ke tanah. Selamatan ke tiga hari berfungsi untuk menyempurnakan empat perkara yang disebut anasir hidup manusia, yaitu bumi, api, angin dan air. Selamatan ke tujuh hari berfungsi untuk menyempurnakan kulit dan kuku. Selamatan empat puluh hari berfungsi untuk menyempurnakan pembawaan dan ayah dan ibu berupa darah, daging, sum-sum, jeroan isi perut, kuku, rambut, tulang dan otot. Selamatan seratus hari berfungsi untuk menyempurnakan semua hal yang bersifat badan wadag. Selamatan mendhak pisan untuk menyempurnakan kulit, daging, dan jeroan. Selametan mendhak pindho berfungsi untuk menyempurnakan semua kulit, darah dan semacamnya yang tinggal hanyalah tulangnya saja. Upacara selamatan tiga han memiliki arti memberi penghormatan pada nih yang meninggal. Orang Jawa berkeyakinan bahwa orang yang meninggal itu masih berada di dalam rumah. Ia sudah mulai berkeliaran mencari jalan untuk meninggalkan rumah. Upacara selamatan hari ketujuh berarti melakukan penghormatan terhadap nih yang mulai akan ke luar rumah. Dalam selamatan selama tujuh hari dibacakan tahlil, yang berarti membaca kalimah la ilaha illa Allah, agar dosa-dosa orang yang telah meninggal diampuni oleh-Nya. Upacara selamatan empat puluh hari matangpuluh dina, dimaksudkan untuk memberi penghormatan nih yang sudah mulai ke luar dan pekarangan. Ruh sudah mulai bergerak menuju ke alam kubur. Upacara seratus hari nyatus dina, untuk memberikan penghormatan terhadap ruh yang sudah berada di alam kubur. Di alam kubur ini ruh masih sering pulang ke rumah keluarganya sampai upacara selamatan tahun pertama dan peringatan tahun ke dua. Ruh baru tidak akan kembali ke rumah dan benar-benar meninggalkan keluarga setelah peringatan seribu hari Layungkuning, 2013 118-119. Salah satu ritual kematian masyarakat Jawa adalah ritual geblagan. Geblag adalah salah satu ritual yang ada dalam tradisi masyarakat Jawa sebagai sebuah ritual kecil yang dilakukan pada hari peringatan kematian seseorang. Dalam ritual tersebut ada simbolisme yang sebenarnya mengandung banyak makna. Misalnya, seseorang meninggal dunia pada hari Rabu Pon jam maka setiap Rabu Pon jam keluarga yang ditinggalkan melaksanakan ritual kecil yang disebut geblagan, sebagai bentuk peringatan dan penghormatan terhadap anggota keluarga yang telah meninggal. Ritual tersebut sangat sederhana, dalam pelaksanaannya dilengkapi dengan sesajen sesaji dan disertai dengan pembakaran kemenyan atau dupa. Sesaji yang dipersembahkan juga sangat sederhana, berupa apem, kolak, ketan, gula kelapa, teh pahit atau kopi, sigaret, kembang telon, dan tidak lupa uang sebagai wajib. Setelah semua uba rampe yang diperlukan sudah siap, sesaji tersebut ditata di sebuah meja dilengkapi dengan penerang, teplok atau senthir. Setelah segala sesuatunya sudah siap, sesaji itu dipasrahke dipersembahkan, dengan doa dan diakhiri dengan pembakaran kemenyan atau dupa. Ritual ini selain dimaksudkan sebagai peringatan hari kematian, penghormatan, dan ritual pengiriman doa, dalam ritual gablagan juga terdapat beberapa pemikiran dan pandangan masyarakat Jawa, antara lain mengenai metafisika, khususnya antropologi metafisik dan kosmologi Layungkuning, 2013 120-121. Selanjutnya peringatan tahunan dan kematian seseorang atau yang disebut dengan haul khol memiliki arti untuk mengenang kembali memori perjalanan seseorang yang telah meninggal untuk dijadikan suri tauladan dan aspek kebaikan perilakunya, memberikan penghormatan dan penghargaan atas jasa-jasanya terhadap keluarga, masyarakat dan agamanya. Hal ini tentunya akan Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628 TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 169 memberikan spirit dan motivasi tersendiri bagi keluarga yang ditinggalkannya. Ritual acara khol ini biasanya hanya dilakukan oleh orang-orang dan status sosial tertentu. Seperti tokoh masyarakat, para kyai kharismatik dan orang-orang yang dianggap keluarganya sebagai seseorang yang memberikan peran yang sangat berarti bagi keluarga. Di samping tradisi tersebut di atas terdapat juga tradisi membaca surat Yasin setiap malam Jum’at yang dikhususkan untuk ahli kubur/orang-orang yang telah meninggal, dengan tujuan berdoa untuk memohonkan ampunan bagi arwah ahli kubur agar mendapatkan tempat yang baik di sisi-Nya, yaitu masuk ke dalam surga-Nya. Kemudian ada juga tradisi menyelenggarakan acara arwahan pada bulan Sya’ban yaitu keluarga mengundang masyarakat sekitar untuk datang ke rumah setelah shalat magrib atau setelah shalat Isya’ dengan mengadakan acara membaca surah Yasin dan Tahlil yang pahalanya dikhususkan bagi arwah ahli kubur dan keluarganya. Perlengkapan lain yang ada dalam upacara pemakaman jenasah, secara keseluruhan ada bermacam-macam 1. Sawur Sawur terdiri dari sejumlah uang logam, beras kuning beras yang dicampur dengan kunyit yang diparut ditambah kembang telon mawar, melati dan kenanga serta sirih kinang dan beberapa gelintir rokok linting. Semuanya itu ditempatkan dalam bokor atau takir wadah yang terbuat dan daun pisang. Seperti disebutkan di atas, hal ini dimaksudkan sebagai bekal si mati agar selalu mendapatkan kemurahan dari Tuhan, di samping juga ditujukan terhadap keluarga yang ditinggalkan. 2. Payung Payung yang digunakan dalam upacara kematian sering disebut payung jenasah. Payung itu mempunyai tangkai yang panjang. Payung itu digunakan untuk memayungi jenasah sejak keluar dan rumah hingga sampai di kuburan. Payung tersebut melambangkan perlindungan. Dalam upacara kematian, penggunaan payung melambangkan suatu maksud agar arwah Si mati selalu mendapatkan perlindungan dan Tuhan atau sering disebut “diayomayomi”. Sebagai bekal dalam perjalanan jauh, payung itu juga dimaksudkan untuk mendapat perlindungan dari panas dan hujan. 3. Sepasang maejan Biasa terbuat dan jenis kayu yang kuat dan tahan air serta awet. Dibuat dengan ukuran panjang sekitar 60 cm, lebar 15 cm, tebal sekitar 5 cm. Pada bagian atas berbentuk runcing agak menumpul dengan ukiran bunga melati. Sepasang maejan yang terdiri 2 buah itu ditanam di atas kuburan, satu di bagian arah kepala dan satunya lagi di bagian arah kaki. Maejan tersebut sebagai tanda bahwa pada tempat tersebut telah dikuburkan Seseorang. Maejan yang yang berada pada bagian arah kaki jenasah yang dikuburkan biasanya dituliskan nama orang yang dikuburkan di Situ beserta han, tanggal, bulan dan tahun kematiannya, dengan dasar tahun Jawa. Bentuknya yang runcing dan maejan tersebut sebagai lambang tombak raksasa. Sedangkan ukiran berbentuk/motif bunga melati sebagai lambang keharuman. 4. Sebuah tempayan kecil klenting atau kendi Kendi atau klenting digunakan untuk wadah air tawar yang dicampuri dengan serbuk atau minyak cendana dan kembang telon, yang nantinya akan disiramkan di atas kuburan dan maejan. Semua itu melambangkan kesucian, kesegaran dan keharuman nama si mati. 5. Degan krambil ijo kelapa hijau yang masih muda. Kelapa hijau yang masih muda itu nantinya, setelah jenasah dikuburkan, dibelah dan ainnya disiramkan di atas Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628 TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 170 kuburan. Sedangkan belahannya juga ditelungkupkan di atas kuburan itu pula. Maksudnya adalah sebagai air suci, juga air segar pelepas dahaga. Maksud yang lain ialah sebagai penolak bala dan keteguhan hati si mati. Dalam hal ini dikiaskan pohon kelapa sebagai pohon yang teguh dan tidak mudah terombang-ambing angin atau lainnya. 6. Gegar mayang Gegar mayang adalah semacam boket atau rangkaian bunga, yang terbuat dan janur daun kelapa muda dan bunga, yang biasanya ditancapkan pada sepotong batang pohon pisang, sepanjang kurang lebih 15 cm. Gagar mayang itu digunakan bila orang yang mati adalah orang remaja atau dewasa tetapi belum kawin. Hal itu dimaksudkan agar arwah si mati tidak mengganggu para pemuda atau pemudi dari keluarga sendiri maupun dari lingkungan desanya. 6. Simpulan Ritual kematian yang dilakukan oleh masyarakat Islam Jawa sesungguhnya merupakan adat masyarakat Jawa sebelum masuknya agama Islam. Tradisi ini kemudian mengalami proses akulturasi budaya antara Islam dan Jawa, sehingga nampak tradisi tersebut adalah tradisi yang khas Islam Jawa yang ada di Indonesia dan tidak dimiliki oleh masyarakat yang ada di negara lainnya. Sinergi budaya Islam dan Jawa ternyata membentuk sebuah kebudayaan baru yang memiliki makna dan tujuan-tujuan tertentu sebagaimana penulis telah uraikan. Daftar Pustaka Al-Asyqar, Umar Sulaiman. 2005. al-Yaum al-Akhir, al-Qiyamah Ash-Shuhra wa „Alamat al-Qiyamah al-Kubra, Kiamat Sughra Misteri dibalik Kematian, terj. Abdul Majid Alimin. Solo Era Intermedia. Ash-Shufi, Mahir Ahmad. 2007. Misteri Kematian dan Alam Barzakh. terj.. Solo Serangkai. Baqy, Muhammad Fuad. 1981. Abdul. Al-Mu jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur‟an al-Karim. Cet. 2, Dar al-Fikr. Lebanon. Chodjim, Achmad. 2002. Syekh Siti Jenar Makna Kematian. Jakarta Serambi Ilmu Semesta . Geertz, Cli d. 983. The Religion of Java. Terj. JakartaAswab Mahasin Pustaka Jaya. Hidayat, Komarud 2005. Psikologi Kematian Mengubah Ketakutan Menjadi Optimisme, Jakarta PT Mizan Publika. diakses tanggal 7-8-2015. diakses tanggal 7-8-2015. Manzhur, Muhammad bin Makram Ibnu. Lisan al- „Arab, Beirut Dar Shadir, cet. I, vol. 1, dan vol. 3, Layungkuning, Bendung. 2013. Sangkan Paraning Dumadi Orang Jawa dan Rahasia Kematian. Yogyakarta Penerbit Narasi Mansyur, M. dkk. 2007. Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis. 2007. TH-Press. 2007. Muawwir, Abmad Warson. 1997. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Yogyakarta Unit Pengadaan Buku Ilmiah Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak. Rakhmat, Jalaluddin. 2006. Meraih Kebahagiaan. Bandung Simbiosa Rekatama Media. Shihab, M. Quraish. 1996. Wawasan Al-Quran Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Persoalan Umat. Jakarta Mizan Pustaka. Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628 TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 171 Sholikhin, Muhammad. 2010. Ritual Kematian Islam Jawa. Pengaruh Tradisi Lokal Indonesia dalam Ritual Kematian Islam. Yogyakarta Penerbit Narasi. Umar, M. Ali Hasan. 1979. Alam Kubur Barzakh Digali dan Al-Qur „an dan Hadis. Semarang Toha Putra. ... Deaths and burials are often seen as big celebration, as seen in Toraja funerals Ismail, 2019aIsmail, , 2019b. Likewise, the culture of the Javanese Karim, 2017;Kurnianto, 2020;Satimin et al., 2021 and Sundanese Isnendes, 2019;Sunda, 1976, contributes to the meaning of funerals that has become a legacy which is still passed down from generation to generation. Local wisdom with traditions that are passed on from generation to generation has revealed how the funeral event became a ceremony that contained transcendent values. ...... In the Javanese tradition, there are three forms of death; disgraceful, intermediate, and primary Karim, 2015Karim, , 2017Suwito et al., 1970. First, disgraceful death is described when a person ends his life by committing suicide. ...... According to Karim 2017 and Suwito et al. 2015, SAWUR or SAWER culture is offered in Javanese and Sundanese culture. Sawur or sawer is a ceremony of respect for the dead, especially when the corpse will be buried. ...Nikasius JatmikoDeath is a certainty that humans cannot avoid. Everyone will face this event without exception. The difference lies in respecting the corpse before it is buried or cremated. Each region has its peculiarities in building a death ceremony. Culture plays a significant role in shaping the death ceremony based on local wisdom. These rites lead to the same goal placing death as a noble act. This study aims to preserve and explore cultural wealth that is becoming extinct according to the times. These methods show that humans have a high value and dignity compared to other creations, even though they have died. This value is maintained through various very noble awards. Javanese and Sundanese have similarities in respecting the bodies to be buried. The ritual of sawer or sawur is a value that distinguishes it from other cultures. Local wisdom is still maintained, even though modernity has begun to erode it.... Setiap peserta pelatihan diberikan modul pelatihan yang berisikan tentang hak dan kewajiban antara sesama Muslim, hukum dan kedudukan tajhiz mayit, serta tata cara penyelenggaraan perawatan jenazah berdasarkan sunnah Nabi Karim;2017 ...... Setiap peserta pelatihan diberikan modul pelatihan yang berisikan tentang hak dan kewajiban antara sesama Muslim, hukum dan kedudukan tajhiz mayit, serta tata cara penyelenggaraan perawatan jenazah berdasarkan sunnah Nabi Karim;2017 ...M MahbubiMuhammad Fadil MultazamAsh-Shiddiqi RamadhoniKondisi kesedihan keluarga di daerah yaitu sering mengalami ketidakmampuan dalam pengurusan jenazah. merawat jenazah menjadi fardhu kifayah bagi umat Islam dalam menyelenggarakan pengurusan jenazah dengan kewajiban untuk memandikan, mengkafani, menshalatkan serta menguburkan, karena rangkain prosesi pengurusan jenazah bermakna dalam nilai nilai kehidupan masyarakat. Permasalahan di atas menjadi alasan bagi kami, Tim KKN OBE 2022 UNUJA Prbolinggo untuk membentuk Tim pengabdian kepada masyarakat PKM dan mengadakan pelatihan perawatan jenazah sebagai usaha untuk membantu pengetahuan dalam pengurusan penyelenggaraan jenazah.... Belum ada kejelasanmengenaiproblem yang signifikan berkaitan dengan asal-muasal penyebaran Islam di Indonesia yang mungkin tidak akan di selesaikan karena kurangnya sumber-sumber yang bisa di percaya, sehingga banyak berbagai versi yang menyebutkan tentang penyebaran Islam di Indonesia. Sejarah Islam Jawa tidak sekedar soal kontroversi saja, tapi juga soal penegaan Islam sebagai agama kerajaan, suatu proses yang mengakibatkan banyak penghancuran kebudayaan Hindu-Budha yang ada atas kekuasaan keraton Karim, 2017. ...Bambang YuniartoArib MubarokAli RidhoNida NadiaLatar Belakang . Ritual sedekah laut adalah salah satu ritual yang dilakukan satu kali dalam setahun oleh masyarakat nelayan di desa Prapag Kidul, kecamatan Losari, kabupaten Brebes yang merupakan bentuk budaya yang memberikan sedekah ke laut yang dilakukan masyarakat untuk menjaga kesimbangan lingkungan pesisir pantai serta melestarikan warisan nenek moyang. Tradisi ritual sedekah laut di desa Prapag Kidul, kecamatan Losari, kabupaten Brebes merupakan bagian dari tradisi yang juga dilakukan oleh masyarakat nelayan di sepanjang pesisir utara laut jawa. Tujuan Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui terjadinya perubahan tradisi upacara sedekah laut masyarakat desa Prapag Kidul, kecamatan Losari, kabupaten Brebes. Metode adapun metode yang akan digunakan adalah metode penelitian sejarah, karena penelitiannya berhubungan dengan kenyataan yang terjadi pada masa lampau. Hasil Dalam konteks culture of histories, prilaku manusia yang membentuk budaya sudah ada sejak manusia itu berada dalam kandungan, dimana anak mencatat dari segala aktifitas yang dilakukan oleh orang tuanya dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai atau ajaran-ajaran Islam mulai dimasukkan dalam kegiatan upacara sedekah laut, sehingga nampak akulturasi yang kuat antara budaya asal, larung sajen Jawa, dengan budaya baru, Islam. Kesimpulan Peranan Tradisi Sedekah Laut di bidang sosial budaya sangat penting yaitu untuk memelihara budaya masyarakat sekitarnya, dengan terpeliharanya budaya masyarakat, maka dalam kehidupan sehari-hari masyarakat telah mematuhi norma-norma sosial budaya yang ada dalam masyarakat tersebut. Kaitannya dengan persfektif agama terdapat beberapa hukum ada yang membolehkan dan ada juga yang tidak membolehkan yang mana semua itu memiliki alas an masing-masing. Terlepas dari itu banyak dari kalangan masyarakat menilai bahwa tradisi sedekah laut boleh karena terdapat nilai-nilai positif yaitu berupa rasa syukur kita kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan lewat jalur laut.... Awal mula adanya tradisi selametan di Jawa sudah ada sebelum agama Hindu dan Budha menyebar. Kemudian masuknya agama Hindu Budha di Jawa mempengaruhi kepercayaan dan membentuk budaya baru yaitu ajaran Hindu Budha Karim, 2017. Salah satu budaya Hindu-Budha dikenal dengan berbagai ritualnya yang berupa upacara kehormatan. ...Anistya Ayu EnggarsariYohan SusiloTradisi Kuningan Tiron-Tiron Sapi TKTTS merupakan salah satu tradisi yang masih berlangsung di Desa Ngetos, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk. Tradisi kuningan merupakan upacara adat selametan sapi yang bertepatan pada wetonan yang dilaksanakan pada hari Jum’at Wage, wuku kuningan. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui 1 Bagaimana awal mula TKTTS, 2 Bagaimana prosesi TKTTS, 3 Bagaimana perpektif masyarakat terhadap TKTTS. Penelitian menggunakan teori folklor menurut Danandjaja. Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Instrumen penelitian adalah peneliti, lembar observasi, daftar pertanyaan wawancara, dan alat bantu. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Untuk menganalisis data menggunakan open coding, axial coding, dan selective coding. Hasil penelitian pada prosesi tradisi kuningan yaitu pembentukan panitia, penetapan waktu dan tempat, menyiapkan perlengkapan, mengundang warga, memandikan sapi, seni pertunjukan, sambutan, arak-arakan sapi, ngalungi sapi, selametan, ritual menurunkan dhadhung awuk, dan berkatan. Dalam pelaksanaan tradisi kuningan tiron-tiron sapi tentunya memiliki kekuatan pengaruh sehingga dapat menciptakan perspektif bagi masyarakat Desa Ngetos. Perspektif masyarakat dalam tradisi ini meliputi masyarakat pemilik sapi, masyarakat yang tidak memiliki sapi, Dinas Pariwisata, ketua panitia, dan pemangku adat.; Kata Kunci Tradisi, Kuningan, Folklor... This circle is the culmination of the Javanese philosophical thought about the power of Numinus which pervades the universe, which determines safety, even everything in human life. The Javanese believe that everything is determined by the divine, even down to the smallest elements Karim, 2017. Many things are predestined, and therefore cannot be changed. ...Liber Siagian Yakobus NdonaThis article described about the Javanese and Batak Rajawi man. This article intends to compare the mindset of people from both tribes, backgrounds, and the impact on life. Data was collected through observation, interviews and document collection. The collected data were analyzed using Paul Recouer's hermeneutic circle. The results of the analysis show that the Java man is a spiritual man by relying on the "higher nature" as a protector, while Batak man shows more of a Rajawi man by emphasizing prosperity. The comparison shows that the two human patterns require synergy to build a good Indonesia.... Arifin & Khambali, 2016;Ramly et al., 2020. In some societies, rituals manifest themselves in almost every stage of a person's life, beginning with the period of conception in the womb, birth, until death; even after human death, people still carry out rituals Busro & Qodim, 2018;Karim, 2017. ...Amirotun SolikhahDedy Riyadin SaputroUsing a phenomenological approach, this study aims to reveal the psychological and social impact on three Ngebleng fasting performers in Kutasari village, Cipari district, and Cilacap district. Documentation and in-depth interviews are the main instruments for extracting as much information as possible and then interpreting it based on the phenomena obtained. The results showed that the psychological impact felt by fasting performers included inner peace, less emotional stress, and healthier physical conditions. Meanwhile, the social effects felt by the ritual actors varied. One perpetrator admitted that after undergoing Ngebleng fasting, he felt the smoothness of rizki and the establishment of good social relations; his fortune was smoother and social relations were not disturbed. Still, two people admitted that when fasting, they became less enthusiastic about interacting with the surrounding community because, apart from feeling weak physically, there were also considerations of maintaining so that the fast does not fail.... Belum ada kejelasanmengenaiproblem yang signifikan berkaitan dengan asal-muasal penyebaran Islam di Indonesia yang mungkin tidak akan di selesaikan karena kurangnya sumber-sumber yang bisa di percaya, sehingga banyak berbagai versi yang menyebutkan tentang penyebaran Islam di Indonesia. Sejarah Islam Jawa tidak sekedar soal kontroversi saja, tapi juga soal penegaan Islam sebagai agama kerajaan, suatu proses yang mengakibatkan banyak penghancuran kebudayaan Hindu-Budha yang ada atas kekuasaan keraton Karim, 2017. ...Bambang YuniartoArib MubarokAli RidhoNida NadiaLatar Belakang . Ritual sedekah laut adalah salah satu ritual yang dilakukan satu kali dalam setahun oleh masyarakat nelayan di desa Prapag Kidul, kecamatan Losari, kabupaten Brebes yang merupakan bentuk budaya yang memberikan sedekah ke laut yang dilakukan masyarakat untuk menjaga kesimbangan lingkungan pesisir pantai serta melestarikan warisan nenek moyang. Tradisi ritual sedekah laut di desa Prapag Kidul, kecamatan Losari, kabupaten Brebes merupakan bagian dari tradisi yang juga dilakukan oleh masyarakat nelayan di sepanjang pesisir utara laut jawa. Tujuan Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui terjadinya perubahan tradisi upacara sedekah laut masyarakat desa Prapag Kidul, kecamatan Losari, kabupaten Brebes. Metode adapun metode yang akan digunakan adalah metode penelitian sejarah, karena penelitiannya berhubungan dengan kenyataan yang terjadi pada masa lampau. Hasil Dalam konteks culture of histories, prilaku manusia yang membentuk budaya sudah ada sejak manusia itu berada dalam kandungan, dimana anak mencatat dari segala aktifitas yang dilakukan oleh orang tuanya dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai atau ajaran-ajaran Islam mulai dimasukkan dalam kegiatan upacara sedekah laut, sehingga nampak akulturasi yang kuat antara budaya asal, larung sajen Jawa, dengan budaya baru, Islam. Kesimpulan Peranan Tradisi Sedekah Laut di bidang sosial budaya sangat penting yaitu untuk memelihara budaya masyarakat sekitarnya, dengan terpeliharanya budaya masyarakat, maka dalam kehidupan sehari-hari masyarakat telah mematuhi norma-norma sosial budaya yang ada dalam masyarakat tersebut. Kaitannya dengan persfektif agama terdapat beberapa hukum ada yang membolehkan dan ada juga yang tidak membolehkan yang mana semua itu memiliki alas an masing-masing. Terlepas dari itu banyak dari kalangan masyarakat menilai bahwa tradisi sedekah laut boleh karena terdapat nilai-nilai positif yaitu berupa rasa syukur kita kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan lewat jalur Faricha NursyifaYohan SusiloSalah satu tradisi Jawa yang masih dilaksanakan di Desa Sambigede, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang adalah Tingkeban. Tingkeban di Desa Sambigede memiliki ciri khas pada bagian prosesi pelaksanaan dan ubarampe yang digunakan. Tingkeban dilakukan sebagai wujud rasa syukur atas kehamilan ibu yang menginjak usia tujuh bulan serta doa yang dipanjatkan supaya bayi selalu diberi keselamatan hingga waktu kelahiran tiba. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui 1 Prosesi pelaksanaan tingkeban 2 Makna ubarampe dalam tingkeban 3 Wujud perubahan dalam tingkeban. Penelitian ini dianalisis dengan teori folklor setengah lisan oleh Danandjaja. Pendekatan penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif. Instrumen penelitian ini adalah peneliti, daftar pertanyaan, serta beberapa alat bantu seperti gawai, kertas, dan bolpoin. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Untuk menganalisis data digunakan open coding, axial coding, lan selective coding. Hasil penelitian ini yakni pada prosesi pelaksanaan tingkeban secara lengkap yakni menentukan hari, menyiapkan ubarampe, mengundang tetangga, macapatan, arak arakan, siraman, dan genduren. Terdapat makna pada prosesi dan pada ubarampe yang mencerminkan harapan warga. Dan wujud perubahan tingkeban dapat diamati secara internal maupun eksternal. Kata Kunci Tradisi, Tingkeban, FolklorArbanur RasyidRayendriani Fahmei Lubis Maulana Arafat LubisNashran AzizanThis research examines the local wisdom built by the Muslim community of Angkola around the ritual of slaughtering buffalo in the event of death ceremony. This study is a field research combining observation, interviews, and document analysis with a sociological analytical technique to evaluate the tradition beginning with the reasons for its adoption, the process, and the desired outcomes. The study’s findings indicate that the Angkola people’s practice of slaughtering buffalo in burial ceremonies is motivated by a desire to preserve traditional culture as well as a means of protecting the social strata of traditional elders. Furthermore, this ritual appears to be a technique of sustaining societal social cohesiveness. The buffalo slaughter served as the foundation for implementing Islamic ideals in an atmosphere of brotherhood and generosity, with Mora Khanggi and Anak Boru serving as the primary funders. The outcomes of the study demonstrate that the practice of local communities as part of life knowledge can be sociologically connected with Islamic theological teachings. Acculturation of culture with religious teachings can genuinely present various choices for propagating religion while also exhibiting theological flexibility in order to make it more welcoming to its devotees. Situ AsihIda Bagus Gde Yudha TrigunaAs a diverse country, Indonesia has various cultures that are believed and carried out for generations. One of the traditions carried out by the Buddhist community in Wonogiri is the tradition of sending prayers to deceased ancestors in the form of Syoko. The Buddhist community believes that the death of a person is not the end of life, so the bereaved family will perform various rituals to pray for the deceased family member. This study aims to describe how the Syoko tradition is carried out and what it means for people who carry out the Syoko tradition. By using a qualitative descriptive method, which was obtained through interviews and direct observation. From the results of the study, it can be explained that the Syoko Tradition carried out by the Buddhist community in Wonogiri has an important meaning. That is sending prayers to ancestors who have died, by sending prayers it is hoped that the living people can help ancestors who have died to go to a happy world of life. The arrangement of the altar which is different from the puja altar in general is that there is a photo of a person who has died in front of the Syoko altar, which aims to help condition the minds of the Buddhist community who praises remembering all the virtues that have been carried out by people who have died while still Kematian dan Alam Barzakh. terj.. Solo SerangkaiMahir Ash-ShufiAhmadAsh-Shufi, Mahir Ahmad. 2007. Misteri Kematian dan Alam Barzakh. terj.. Solo ChodjimChodjim, Achmad. 2002. Syekh Siti Jenar Makna Kematian. Jakarta Serambi Ilmu The Religion of JavaCli GeertzGeertz, Cli d. 983. The Religion of Java. Terj. JakartaAswab Mahasin Pustaka Kematian Mengubah Ketakutan Menjadi OptimismeKomarud HidayatHidayat, Komarud 2005. Psikologi Kematian Mengubah Ketakutan Menjadi Optimisme, Jakarta PT Mizan Penelitian Living Qur"an dan HadisM MansyurMansyur, M. dkk. 2007. Metodologi Penelitian Living Qur"an dan Hadis. 2007. TH-Press. Kamus Arab-Indonesia. Yogyakarta Unit Pengadaan Buku Ilmiah Pondok Pesantren Al-Munawwir KrapyakAbmad MuawwirWarsonMuawwir, Abmad Warson. 1997. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Yogyakarta Unit Pengadaan Buku Ilmiah Pondok Pesantren Al-Munawwir Al-Quran Tafsir Maudhu"i atas Pelbagai Persoalan UmatM ShihabQuraishShihab, M. Quraish. 1996. Wawasan Al-Quran Tafsir Maudhu"i atas Pelbagai Persoalan Umat. Jakarta Mizan Kematian Islam Jawa. Pengaruh Tradisi Lokal Indonesia dalam Ritual Kematian IslamMuhammad SholikhinSholikhin, Muhammad. 2010. Ritual Kematian Islam Jawa. Pengaruh Tradisi Lokal Indonesia dalam Ritual Kematian Islam. Yogyakarta Penerbit Kubur Barzakh Digali dan Al-Qur "an dan HadisM Ali UmarHasanUmar, M. Ali Hasan. 1979. Alam Kubur Barzakh Digali dan Al-Qur "an dan Hadis. Semarang Toha Putra.
Dilihat92,992 pengunjung Adakah Sobat SMP di sini yang punya teman berbeda suku ataupun agama? Jika ada, kalian sangat beruntung karena
1. Pitru Paksha, India Ritual kematian pertama datang dari India. Ritual yang bernama Pitru Paksha tersebut berlangsung selama 16 hari dan merupakan bentuk penghormatan kepada leluhur yang meninggal. Asal-usul ritual ini adalah kisah dalam mitologi Hindu tentang prajurit Karna yang ketika mati dan tiba di surga diberi makan berupa emas. Ia tidak memperoleh makanan yang wajar layaknya nasi dan lauk-pauk. Itu karena selama hidup, barang yang Karna berikan kepada sesama yang tidak mampu ialah emas dan perhiasan lain. Ia tidak pernah memberi makanan. Dewa Indra, dewa yang ia temui di surga, mengizinkannya untuk kembali ke bumi selama 16 hari untuk memberi makanan kepada orang yang membutuhkan supaya saat di surga ia juga bisa memperoleh makanan. Sumber Apa yang dilakukan warga India dalam ritual Pitru Paksha? Pertama, mereka mempersembahkan sajian makanan berupa bola-bola nasi yang disebut pind daan. Kedua, mereka menyajikan minuman berupa air mineral yang dicampuri gandum dan bijian-bijian. Tujuannya adalah untuk menyenangkan arwah leluhur. Ritual ini bisa dilakukan di rumah, candi, ataupun di sungai. Lantas, apa yang unik dari ritual Pitru Paksha? Selama 16 hari periode ritual, warga dilarang keramas, memotong kuku, bercukur, membeli baju baru, mencuci baju, dan bertamu ke rumah orang. Yang lebih unik adalah warga bahkan dilarang untuk bertemu dengan kekasih. Waduh…. 2. Hungry Ghost, China Sumber foto oleh Nathan Tsui Ritual kematian di China disebut Hungry Ghost atau hantu lapar. Ritual ini dilaksanakan pada bulan ketujuh menurut penanggalan China. Diyakini bahwa pada bulan ketujuh, arwah orang yang meninggal bangkit dari alam kubur dan turun ke bumi untuk mengunjungi kerabatnya yang masih hidup. Dalam ritual ini, warga China harus mengosongkan beberapa kursi di meja makan. Kursi yang kosong tersebut disediakan bagi para arwah. Jadi, seolah-olah para arwah makan bersama dengan mereka. Hmmmm, lumayan serem, ya. Ketika masa pelaksanaan ritual berakhir, warga harus mengantarkan para arwah kembali ke alam baka. Hal tersebut ditandai dengan penghanyutan lentera berbentuk bunga teratai di sungai. Keunikan dari ritual Hungry Ghost adalah warga harus membuat “kerajinan tangan” dari karton yang dibentuk menyerupai uang, baju, dan perhiasan emas. Seluruhnya lalu dibakar. Itu adalah simbol untuk memberi makan para arwah. Larangannya pun nggak kalah unik, misalnya nggak boleh bersandar di tembok. Saat bersandar di tembok, kamu bakal dikelilingi banyak hantu dan bisa-bisa kamu kesurupan. Widihhh…. 3. Lemuria, Italia Sumber Ritual Lemuria di Italia berawal dari kisah Romulus dan Remus, dua bersaudara penemu Kota Roma. Singkat cerita, Remus dan Romulus terlibat perselisihan dalam perjalanan mereka menemukan Kota Roma. Perselisihan tersebut membuat Romulus membunuh Remus. Suatu malam, diceritakan arwah Remus yang berlumuran darah muncul di kamar Romulus. Untuk menenangkan sekaligus melenyapkan arwah Remus, terciptalah ritual Lemuria. Lemuria diambil dari kata lemures yang berarti arwah yang tidak tenang karena tidak dimakamkan dengan layak. Dibandingkan Pitru Paksha dan Hungry Ghost, ritual Lemuria jauh lebih unik, bahkan terkesan nyeleneh. Dalam ritual ini, kepala keluarga bangun tengah malam lalu mencuci tangannya sebanyak tiga kali. Sesudahnya, ia berjalan menyusuri satu isi rumah sambil melempar kacang melewati pundak dan berkata, “Jadikan kacang ini sebagai penebus bagi saya dan leluhur saya”. Saat kepala keluarga sibuk melempar-lempar kacang, anggota keluarga yang lain memukul-mukul pot dan panci sambil berkata, “Pergilah hantu leluhurku”. Kalau kamu ingin tahu lebih lanjut tentang kisah Romulus dan Remus, kamu bisa klik ini. 4. Famadihana, Madagaskar Di Madagaskar, negara yang terletak di Benua Afrika, ritual kematian Famadihana dilakukan oleh suku Malagasi. Dalam ritual itu, warga mendatangi kuburan untuk membungkus mayat yang telah berubah menjadi tulang-belulang dengan kain kafan yang baru. Itu merupakan wujud cinta warga terhadap anggota keluarganya yang telah meninggal. Ritual Famadihana dilakukan setiap 5, 7, atau 9 tahun sekali. Jadi, nggak heran apabila mayat sudah berubah menjadi tulang-belulang. Warga menggali kuburan tempat anggota keluarganya dimakamkan, mengambil mayat, lalu membungkus mayat itu dengan kain kafan baru. Warga menggali kuburan tempat anggota keluarganya dimakamkan, mengambil mayat, membuka kain kafan yang membungkusnya, lalu membungkusnya dengan kain kafan baru. Yup, dalam Famadihana, warga benar-benar memegang mayat. Coba bayangin kalau kamu yang melakukan ritual ini. Merinding nggak, sih? Sumber diambil dari AFP or licensors Proses ritual Famadihana nggak berhenti sampai mayat dibungkus dengan kain kafan baru. Selanjutnya, warga menggotong mayat lalu berputar mengelilingi makam sambil menari-nari. Gerakan berputar melambangkan rotasi bumi sekaligus menandakan siklus kehidupan baru. Kenapa siklus kehidupan baru? Menurut kepercayaan masyarakat setempat, ketika mayat diletakkan kembali ke dalam kubur, mayat tersebut memasuki fase kehidupan baru sebagai leluhur. Mayat harus diletakkan kembali ke dalam kubur sebelum matahari terbenam. Ini untuk menghindari energi negatif yang terkandung saat malam hari. Sebelum dikembalikan ke kubur, mayat disemprot dengan cairan alkohol. Di dalam kubur pun sudah tersedia sejumlah uang hasil sumbangan para warga. Ingin merasakan sensasi merinding ritual Famadihana? Tonton videonya di halaman ini. 5. Dia de Los Natitas, Bolivia Pawai tengkorak. Itulah pemandangan yang kamu lihat saat suku Ameyra di Bolivia, negara di Amerika Selatan, melaksanakan ritual Dia de Los Natitas. Dalam ritual yang diselenggarakan pada awal November itu, kepala tengkorak dari anggota keluarga yang sudah meninggal diletakkan dalam kotak dan didandani sedemikian rupa. Kepala-kepala tengkorak tersebut dihias dengan bunga berwarna-warni, topi, atau pita. Ada juga yang dipasangi kacamata dan perhiasan. Pokoknya dirias sekece mungkin, deh. Semakin kece riasan di kepala tengkorak, semakin banyak berkat yang akan diperoleh keluarga tersebut. Setelah dirias, kepala-kepala tengkorak tadi diarak sepanjang jalan menuju pemakaman. Parade tengkorak tersebut semakin meriah dengan pertunjukkan band. Masyarakat setempat percaya bahwa ritual Dia de Los Natitas membuat arwah orang yang sudah meninggal bisa hidup tenang di alam baka. Jika hidup tenang, dipercaya arwah tersebut akan membantu keluarganya yang masih ada di dunia untuk hidup sejahtera dan bahagia. Sumber diambil dari Juan Karita/ AP/ REX/ Shutterstock Menurut keyakinan suku Ameyra, manusia memiliki tujuh jiwa. Ketika meninggal dan sudah dikubur, enam jiwa menuju surga, sementara satu jiwa masih tertahan sampai mayat berubah jadi tengkorak. Setelah sekian lama terkubur, keluarga almarhum menggali kubur dan mengambil kepala tengkorak. Ini bertujuan untuk melepaskan jiwa yang tertahan di situ. Kepala tengkorak tersebut lantas disimpan di rumah untuk nantinya diarak pada ritual Dia de Los Natitas. Kalau kamu masuk rumah suku Ameyra, kamu bakal nemuin kepala-kepala tengkorak di dalamnya. Sehari-hari mereka memang hidup bersama kepala tengkorak. Ngeri juga ya…. 6. Dia de Los Muertos, Meksiko Sumber Ritual Dia de Los Muertos diselenggarakan setiap 1—2 November. Tanggal tersebut merupakan hari libur nasional di Meksiko. Saat ritual ini berlangsung, warga tumpah ke jalanan dan berparade dengan wajah dirias menyerupai tengkorak. Selain bersenang-senang dalam parade, warga juga mendatangi makam anggota keluarga mereka yang meninggal. Mereka membersihkan makam dan membawa persembahan, seperti lilin, bunga, makanan, dan minuman. Di rumah, mereka memasang ofrendas altar yang di atasnya terdapat, antara lain foto almarhum, tengkorak, permen berbentuk tengkorak, dan barang-barang kesukaan almarhum semasa masih hidup. Masyarakat setempat percaya, saat ritual Dia de Los Muertos berlangsung, para arwah akan turun ke bumi dan berbaur dengan keluarga mereka. Baca juga 8 Negara dengan Ritual Pemakaman Paling Unik di Dunia
Simakulasan lengkapnya berikut ini. 1.Bertemu Nyi Roro Kidul dengan puasa Karena Ridho Allah adalah yang paling berkuasa di atas bumi ini," ujar Anshori mengiringi perjalanan tim penelusuran ke 'ruang Berdasar data Survey Sosial Ekonomi Nasional 2011 diketahui bahwa rata-rata masyarakat Indonesia mengkonsumsi
Berikut ini adalah Soal Penilaian Akhir Semester PAT di mata pelajaran Sejarah Indonesia Kelas X SMA Semester 2 Kurikulum 2013 Revisi jurusan IIS - IPS berbentuk lembar ujian PAT Sejarah Indonesia Kelas 10 merupakan berkas yang digunakan tahun sebelumnya yang masih dapat digunakan untuk pembelajaran kurtilas di tahun pelajaran 2022/2023. Kegiatan PAT Genap digunakan bapak/ibu guru untuk mengevaluasi capaian hasil belajar siswa, dan menggunakannya untuk menentukan kenaikan PAT Sejarah Indonesia Kelas X K13 Tahun 2022/2023, TerbaruSelamat mengerjakan..1. Pada masa Kerajaan Mataram Hindu terjadi persaingan wangsa/dinasti. Persaingan tersebut berupa persaingan dalam mendapatkan dominasi dalam politik dan penyebaran agama. Kedua wangsa/dinasti yang memperebutkan dominasi tersebut memeluk dua agama yang berbeda, yakni wangsa ………… yang menganut agama Hindu, dan wangsa ……………... yang menganut agama Sanjaya – Syailendrab. Syailendra – Sanjayac. Rajasa – Girindrad. Sanjaya – Rajasae. Isyana – Syailendra2. Raden Wijaya merupakan menantu dari Kertanagara raja terakhir Singhasari yang kemudian bersumpah setia patuh kepada Jayakatwang. Raden Wijaya kemudian dimaafkan dan diberikan sebidang tanah di hutan Tarik. Tempat ini di kemudian hari dikenal sebagai pusat kerajaan….a. Majapahitb. Mataramc. Panjalud. Medange. Kadiri3. Pada masa pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi, Gajah Mada atas prestasinya dinaikkan jabatannya dari patih menjadi mangkubumi mahapatih Kerajaan Majapahit. Diangkatnya Gajah Mada menjadi mahapatih tersebut disebabkan….a. Berhasil memperluas jaringan perdaganganb. Keberhasilannya mempersatukan nusantarac. Berhasil mempersatukan kerajaan Pajajarand. Berhasil menumpas pemberontakan Sadenge. Keberhasilan politik luar negeri Majapahit4. Bangunan-bangunan Megalitik pada dasarnya menggunakan bahan dasar….a. Logamb. Tanah liatc. Kayud. Pasire. Batu5. Tanda bahwa masyarakat memasuki zaman sejarah adalah ketika masyarakat telah .…a. Mengenal tulisanb. Memahami sejarahnya sendiric. Mampu merekam pengalaman masa lalud. Berkomunikasi dengan bahasa isyarate. Mampu menggunakan bahasa6. Perhatikan pernyataan di bawah ini!1 Naik takhta pada tahun 1268 M2 Bercita-cita menjadikan Singhasari kerajaan yang besar3 Setelah meninggal didharmmakan di dua tempat yaitu Candi Jawi di Pandaan, Pasuruan dan di Candi Singosari di daerah Singosari, MalangBerdasarkan keterangan di atas. Raja Kerajaan Singhasari yang dimaksud adalah….a. Ken Angrokb. Anusapatic. Tohjoyod. Ronggowunie. Kertanegara7. Setelah pemindahan pusat kerajaan dari Jawa bagian tengah ke Jawa bagian Timur, Kerajaan Medang dipimpin oleh seorang raja bernama Rake Halu Pu Sindok. Mengingat statusnya hanya sebagai menantu raja terdahulu, maka ia mendirikan sebuah dinasti baru yang disebut sebagai dinasti….a. Rajasab. Girindrac. Wijayad. Isyanae. Pemanahan8. Perhatikan pernyataan berikut!1 Mengiringi ritual kematian2 Mendinginkan air3 Upacara memanggil hujan4 Genderang perang5 Alat upacaraDari pernyataan tersebut, yang bukan fungsi nekara ditunjukkan nomor….a. 1b. 2c. 3d. 4e. 59. Sumber sejarah yang bisa menjelaskan Kerajaan Kutai yang utama adalah prasasti yang disebut Yupa, yaitu….a. Berupa batu tertulisb. Berupa kitabc. Berupa candid. Berupa nisane. Berupa kaligrafi10. Sriwijaya merupakan salah satu pusat perdagangan di Nusantara. Faktor yang menyebabkan Kerajaan Sriwijaya berpotensi besar dalam bidang perdagangan adalah….a. Adanya pendeta Buddha yang belajar agama di Sriwijayab. Raja di Kerajaan Sriwijaya terkenal sebagai raja yang bijaksanac. Letak Kerajaan Sriwijaya yang strategis di jalur pelayaran duniad. Adanya perkumpulan pedagang dari berbagai negara di Asiae. Sriwijaya merupakan pusat rempah-rempah di Nusantara11. Di bawah ini, pernyataan yang tidak terkait masuknya agama Islam di Indonesia adalah….a. Islam masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 masehib. Islam masuk dengan cara penaklukanc. Islam masuk secara bertahap dan prosesnya masih terus berjaland. Islam masuk dibawa oleh para musafire. Islam masuk melalui Gujarat, India12. Perhatikan data berikut ini!1 Nisan Sultan Malik as Saleh2 Nisan Fatimah binti Maimun3 Nisan Sultanah Nahrasiyah4 Nisan Troloyo, Trowulan5 Nisan Syekh Maulana Malik IbrahimBukti masuknya Islam di Pulau Jawa ditunjukkan nomor….a. 1, 2, dan 3b. 1, 3, dan 4c. 2, 3, dan 5d. 2, 4, dan 5e. 1, 4, dan 513. Perhatikan data berikut ini!1 Bhurloka2 Bhuvarloka3 Svarloka4 Kamadatu5 Rupadatu6 ArupadatuBagian-bagian candi Hindu ditunjukkan nomor....a. 1, 2, dan 3b. 1, 3, dan 4c. 1, 4, dan 5d. 2, 5, dan 6e. 2, 4, dan 614. Adanya tradisi Tabot di Pariaman, Sumatera Barat mendukung teori yang menyatakan Islam di Indonesia dibawa masuk oleh bangsa….a. Arabb. Persiac. Indiad. Gujarate. Bengal15. Perhatikan data berikut ini!1 Nisan Sultan Malik as Saleh2 Nisan Fatimah binti Maimun3 Nisan Syekh Maulana Malik Ibrahim4 Berita Marcopolo yang singgah di Perlak 1292 M5 Hikayat BanjarBukti masuknya Islam di Pulau Sumatera ditunjukkan nomor….a. 1 dan 2b. 1 dan 3c. 2 dan 3d. 2 dan 4e. 3 dan 516. Alasan bangsa Indonesia mendapatkan julukan sebagai bangsa pelaut adalah….a. Memiliki perahu bercadikb. Mempunyai laut yang luasc. Banyak yang menjadi nelayand. Terbiasa mengarungi lautane. Memiliki armada kapal yang banyak17. Dalam teori sejarah masuknya Islam di Indonesia, ada satu teori yang menyatakan bahwa Islam yang datang ke wilayah Indonesia berasal dari Gujarat. Hal ini berdasarkan bukti ...a. Daerah Gujarat penduduknya mayoritas Islamb. Agama Islam di Gujarat beraliran ahlussunnah wal jamaahc. Ada persamaan, yaitu sebelumnya beragama Hindud. Batu nisan makam Sultan Malik As Saleh, yang bercorak Gujarate. Daerah Gujarat merupakan daerah perdagangan yang ramai18. Sistem pemerintahan yang dianut oleh masyarakat Indonesia sebelum masuknya pengaruh agama Hindu-Buddha adalah sistem pemerintahan desa yang dipimpin oleh seorang kepala suku. Kepala suku tersebut dipilih atas dasar….a. Kekuatan dan kelebihannyab. Banyaknya anggota keluargac. Kedekatan dengan dukun desad. Kekayaan materinyae. Kecakapan dalam berbicara19. Jalur perdagangan pada masa dahulu sangat penting dalam penyebaran agama. Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511, terjadi perubahan jalur perdagangan laut. Dampak dari perubahan tersebut adalah….a. Munculnya jalur alternatif dengan melintasi pantai barat Sumatera ke Selat Sundab. Pedagang dari Bengal, Turki, Arab, Persia, dan Siam datang ke Acehc. Munculnya jalur alternatif dengan melintasi pantai timur Sumatera ke Selat Sundad. Munculnya pelabuhan perantara baru di Sulawesi dan Kalimantane. Terjadi peningkatan hubungan dagang dengan dunia barat20. Pada tahun 1755 berakhir sudah riwayat Kesultanan Mataram setelah VOC ikut campur dalam Perang Suksesi III. Akibatnya wilayah kekuasaannya kemudian dibagi menjadi dua, yakni Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Hal ini merupakan hasil dari perjanjian….a. Giyantib. Ungaranc. Kartasurad. Salatigae. Surakarta21. Awal berdirinya Kesultanan Banjar tidak terlepas dari adanya konflik internal antara Raden Samudera dengan Pangeran Tumenggung. Raden Samudera lantas meminta bantuan Kesultanan Demak, Demak menyanggupi permintaan tersebut dengan syarat bahwa….a. Kesultanan Banjar bersedia tunduk kepada Demakb. Raden Samudera bersedia memeluk ajaran Islamc. Rakyat Banjar bersedia menjadi prajurit Demakd. Kesultanan Banjar menyerahkan upeti kepada Demake. Putri Raden Samudera dinikahkan dengan raja Demak22. Perhatikan pernyataan berikut!1 Karya sastra yang berisi cerita sejarah ataupun dongeng2 Banyak ditulis berbagai peristiwa yang menarik, keajaiban, atau hal-hal yang tidak masuk akal3 Ditulis dalam bentuk gancaran karangan bebas atau prosaBerdasarkan keterangan-keterangan tersebut, seni sastra yang dimaksud adalah….a. Sulukb. Syairc. Hikayatd. Babade. Puisi23. Pengaruh kebudayaan Hindu dalam bangunan masjid di Indonesia dapat dilihat dari….a. Menyembunyikan beduk sebagai tanda salatb. Letak masjid berada di dekat alun-alunc. Arah hadap masjid selalu menghadap ke timurd. Atap masjid berbentuk meru atau tumpange. Masjid dibangun dengan material beton24. Kerajaan Demak pada masa pemerintahan Sultan Trenggono mengalami zaman kejayaan. Wilayah kekuasaannya meluas sampai Jawa Barat dan Jawa Timur. Namun setelah Sultan Trenggono meninggal kerajaan mengalami kemunduran, karena….a. Terjadinya perebutan kekuasaanb. Adanya serangan Portugis dari Malakac. Adanya bencana alam berupa banjir bandangd. Tidak didukung lagi oleh para walie. Semua wilayah kekuasaannya melepaskan diri25. Putra Raden Patah, Pati Unus mendapatkan julukan Pangeran Sabrang Lor karena….a. Mampu menanamkan pengaruh Islam sampai ke negeri seberang Banjarmasinb. Menyeberangi Laut Jawa menuju Malaka untuk melawan Portugisc. Menyerang Sunda Kelapa melalui Laut Jawad. Memiliki kemampuan perang yang luar biasae. Memiliki darah keturunan negeri seberang Palembang
nabis.a.w dicap dengan cap khatamun nubuwwah hikmatnya menentukannya menentukan bahawa nabi s.a.w itu yang menyudahi segala nabi-nabi dan rasul-rasul dan pula cap itu di belakang dihadapkan kerana apabila nabi itu keluar daripada rumahnya sentiasa cap khatamun nubuwwah ini kepada kita amat banyak, setengah daripadanya siapa-siapa yang menjadikan cap khatamun nubuwwah ini sebagai hiasan di
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1 Pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara. 2 Faktor penghambat pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Adapun jumlah informan pada penelitian ini sebanyak 10 orang yang ditentukan menggunakan teknik snowball sampling di mana penentuan informan berikutnya ditemukan berdasarkan rujukan dari informan sebelumnya, dengan kriteria merupakan masyarakat yang berdomisili di Toraja Utara dan memiliki anggota keluarga yang meninggal karena covid-19. Teknik pengumpulan data yang digunakan yakni observasi, wawancara dan dokumentasi dengan member check sebagai teknik keabsahan data. Adapun teknik analisis data pada penelitian ini antara lain reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 Pelaksanaan ritual kematian kelurga korban covid-19 di Toraja Utara adalah dengan melalui ritual adat Ma'palin yang merupakan proses pemindahan orang yang telah meninggal dari dalam tanah dan dipindahkan ke dalam patane, yang dilaksanakan selama tiga hari yang meliputi a Hari pertama merupakan hari untuk melakukan penggalian mayat yang dikubur sebelumnya ke tanah, dan kemudian dibungkus dengan kain merah kaseda. b Hari kedua dilakukan pembakaran atau persembahan hewan kurban berupa kerbau dan babi maupun hewan lainnya seperti ayam. c Hari ketiga merupakan hari di mana dilakukan proses pemindahan mayat yang telah dibakar dengan kain kaseda ke dalam patane. 2 Faktor-faktor penghambat pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara adalah a Adanya aturan pemerintah yang tidak mengijinkan kegiatan atau acara besar-besaran yang menghadirkan banyak orang dan b Dikucilkan oleh masyarakat setempat. Kata Kunci Ritual kematian dan korban covid-19. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kesatuan dengan beragam budaya, ras, agama dan juga adat istiadat. Sebagian besar daerah di Indonesia memiliki adat tersendiri yang berbeda dengan daerah lainnya. Hal ini merupakan suatu bentuk dari keberagaman budaya yang mana masyarakatnya memiliki hak dan kebebasan untuk Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 PELAKSANAAN RITUAL KEMATIAN KELUARGA KORBAN COVID 19 DI TANA TORAJA Oleh Jelsita Banna1, Muhammad Syukur2 1,2Program Studi pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Makassar Email jelsitabanna30 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1 Pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara. 2 Faktor penghambat pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Adapun jumlah informan pada penelitian ini sebanyak 10 orang yang ditentukan menggunakan teknik snowball sampling di mana penentuan informan berikutnya ditemukan berdasarkan rujukan dari informan sebelumnya, dengan kriteria merupakan masyarakat yang berdomisili di Toraja Utara dan memiliki anggota keluarga yang meninggal karena covid-19. Teknik pengumpulan data yang digunakan yakni observasi, wawancara dan dokumentasi dengan member check sebagai teknik keabsahan data. Adapun teknik analisis data pada penelitian ini antara lain reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 Pelaksanaan ritual kematian kelurga korban covid-19 di Toraja Utara adalah dengan melalui ritual adat Ma’palin yang merupakan proses pemindahan orang yang telah meninggal dari dalam tanah dan dipindahkan ke dalam patane, yang dilaksanakan selama tiga hari yang meliputi a Hari pertama merupakan hari untuk melakukan penggalian mayat yang dikubur sebelumnya ke tanah, dan kemudian dibungkus dengan kain merah kaseda. b Hari kedua dilakukan pembakaran atau persembahan hewan kurban berupa kerbau dan babi maupun hewan lainnya seperti ayam. c Hari ketiga merupakan hari di mana dilakukan proses pemindahan mayat yang telah dibakar dengan kain kaseda ke dalam patane. 2 Faktor-faktor penghambat pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara adalah a Adanya aturan pemerintah yang tidak mengijinkan kegiatan atau acara besar-besaran yang menghadirkan banyak orang dan b Dikucilkan oleh masyarakat setempat. Kata Kunci Ritual kematian dan korban covid-19. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kesatuan dengan beragam budaya, ras, agama dan juga adat istiadat. Sebagian besar daerah di Indonesia memiliki adat tersendiri yang berbeda dengan daerah lainnya. Hal ini merupakan suatu bentuk dari keberagaman budaya yang mana masyarakatnya memiliki hak dan kebebasan untuk Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 mengembangkan dan mewariskan budaya atau adat yang mereka miliki tanpa merusak tatanan sosial yang ada. Sebagaimana merujuk pada UU No. 6 Pasal 18 B ayat 2 Tahun 2014 tentang desa dalam Ilyasa, 2020 menyatakan “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang†yang berarti bahwa negara mengakui keberadaan hukum adat serta konstitusional hanya pada dalam sistem hukum Indonesia. Artinya masyarakat bebas memiliki adat istiadat yang sesuai dengan undang-undang yang dihormati dan dijunjung tingi. Di mana adat tersebut diakui keberadaannya dan direalisasikan sesuai dengan kepercayaan masyarakatnya. Secara umum adat istiadat tidak bisa dipisahkan dari tradisi. Tradisi sendiri merupakan suatu bentuk kebiasaan yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Menurut Van Reusen dalam Rofiq, 2019 berpendapat bahwasannya tradisi ialah sebuah peninggalan ataupun warisan ataupun aturan-aturan, ataupun harta, kaidah- kaidah, adat istiadat dan juga norma. Akan tetapi tradsisi ini bukanlah sesuatu yang tidak dapat berubah, tradisi tersebut malahan dipandang sebagai keterpaduan dari hasil tingkah laku manusia dan juga pola kehidupan manusia dalam keseluruhannya. Dari pendapat yang telah diuraikan dapat dijelaskan bahwa tradisi merupakan warisan leluhur yang dilakukan turun temurun dan menjadi kebiasaan yang melekat pada kehidupan masyarakat, di mana tradisi ini menjadi bagian dari budaya masyarakat dan dipercaya dan dilaksanakan dari generasi ke generasi. Di Indonesia sebagian besar daerahnya memiliki tradisi yang beragam salah satunya yaitu daerah Tana Toraja. Toraja dikenal dengan tradisi yang sangat beragam dan unik terutama pada ritual kematian yang dikenal dalam bahasa Toraja sebagai rambu solo’. Ritual kematian merupakan salah satu bentuk cara yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat pada daerah tertentu untuk menghormati arwah orang yang telah meninggal. Ritual kematian rambu solo’ pada masyarakat Toraja yang merupakan tradisi yang diwariskan secara turun temurun sebagai salah satu ritus yang sangat dijunjung dan diyakini oleh masyarakat sebagai bentuk penghormatan bagi orang-orang yang telah meninggal terlebih kaum keluarga atau kerabat. Menurut Suhamihardja dalam Naomi et al., 2020 suku Toraja terkenal sebagai suku yang masih memegang teguh adat. Setiap pekerjaan mesti dilaksanakan menurut adat, karena melanggar adat adalah suatu pantangan, apalagi dalam upacara kematian. Pada umumnya upacara kematian atau pemakaman adat rambu solo’ dilakukan dengan besar-besaran karena, anggapan masyarakat Toraja apabila rambu solo’ diadakan semakin meriah, dan banyak harta dikorbankan maka semakin tinggi status sosial orang yang meninggal. Kebanyakan yang melakukan hal itu adalah golongan-golongan bangsawan dan golongan bangsawan menengah. Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 Sehingga dapat dijelaskan bahwa adat merupakan sesuatu yang sakral yang mana dalam pelaksanaanya harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku dari adat itu sendiri. Salah satu adat yang masih kental di Tana Toraja adalah upacara kematian rambu solo’ yang mana dalam pelaksanaannya dilakusan berdasarkan tingkat kemampuan dari pihak keluarga. Rambu solo’ merupakan ritus tertinggi dalam upacara ritual masyarakat Toraja, yang pada umumnya memiliki tujuan untuk memberikan penghormatan dan mengantarkan arwah dari orang-orang yang telah meninggal. Paganggi, 2020 menjelaskan Rambu solo’ sebagai sebuah upacara pemakaman secara adat yang mewajibkan keluarga almarhum membuat sebuah pesta sebagi tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi. Adat istiadat yang telah diwarisi oleh masyarakat Toraja secara turun temurun ini, mewajibkan keluarga yang ditinggal untuk melakukan upacara terakhir bagi mendiang. Upacara ini bagi masing- masing golongan masyarakat tentunya berbeda-beda. Dari pernyataan di atas dapat dijelaskan bahwa rambu solo’ merupakan tradisi yang dilaksanakan dalam rangka memberikan penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal yang pelaksanaannya dilakukan pada sore hari yakni ketika matahari mulai terbenam dan dilaksanakan dengan meriah dan dihadiri banyak orang terutama kerabat-kerabat keluarga dari orang yang meninggal. Prosesi ritual rambu solo’ dilaksanakan dengan mahal, di mana diyakini bahwa semakin banyak biaya yang digunakan maka semakin megah pula ritualnya Ihsan & Syukur, Pada awalnya prosesi ritual rambu solo’ hanya dilaksanakan bagi kaum bangsawan tetapi seiring waktu, bukan hanya kaum bangsawan yang melaksanakan ritual rambu solo’ ini melainkan siapapun yang memiliki cukup harta bisa melaksanakan ritual rambu solo’. Pelaksanaan ritual kematian rambu solo’ ini sudah menjadi tradisi yang melekat pada masyarakat Toraja, sehingga tidak heran jika sering ditemui acara kematian pada masyarakat Toraja. Upacara ritual rambu solo’ selalu dihadiri oleh khalayak banyak bukan hanya kaum keluarga saja. Pelaksanaan ritual umumnya dilaksanakan secara besar-besaran dan meriah serta dihadiri oleh banyak orang sehingga tidak heran jika ritual ini memakan banyak biaya. Hidayah dalam Rusdiana, menjelaskan tradisi pemakaman Rambu Solo’ merupakan salah satu upacara adat di Tana Toraja yang diwariskan oleh leluhur kepada generasi penerusnya hingga saat ini. Upacara ini dilakukan sebagai tanda penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal. Tradisi Rambu Solo didasari oleh kepercayaan masyarakat Toraja Dahulu dalam melaksanakan ritual rambu solo’ biasanya didasarkan pada status sosial masyarakat Toraja yakni terdiri dari empat tingkatan, yang pertama tana’ bulaan yaitu golongan bangsawan, kedua tana’ bassi yaitu golongan bangsawan Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 menengah, ketiga tana’ karurung yaitu rakyat biasa/rakyat merdeka, dan yang keempat adalah tana’ kua-kua di mana mereka adalah golongan hamba. Menurut Tangdilintin dalam Patadungan et al., 2020 tingkatan dalam upacara rambu solo’ menunjukkan strata sosial masyarakat. Tingkatan tersebut memiliki empat macam yaitu 1 upacara Dasilli’ merupakan upacara pemakaman level paling rendah dalam aluk todolo merupakan nilai-nilai kepercayaan yang dianut orang toraja atau secara khusus dapat disebut sebagai animisme Pasanggara dalam SESA, 2022. Upacara ini untuk strata terendah dan untuk anak yang belum bergigi. 2 upacara Dipasangbongi merupakan upacara untuk rakyat biasa/rakyat merdeka Tana’ karurung, upacara ini hanya memerlukan waktu satu malam; 3 upacara Dibatang atau Digoya Tedong merupakan upacara untuk bangsawan menengah Tana’ bassi dan bangsawan tinggi yang tidak mampu. 4 upacara Rampasan merupakan upacara untuk bangsawan tinggi tana’ bulaan. Namun demikian seiring dengan perkembangan ekonomi status sosial berdasarkan kedudukan dan keturunan tidak lagi menjadi acuan dalam pelaksanaan rambu solo’ melainkan siapapun yang merasa mampu dan memiliki harta dapat melaksanakan ritual rambu solo’. Namun perayaan ritual rambu solo’ sudah tidak lagi dilaksanakan dibeberapa tempat di Toraja Utara, hal ini dikarenakan adanya kendala utama yaitu Covid 19 yang sejak februari 2020 yang mengakibatkan banyak aktivitas yang dibatasi terutama dalam hal perayaan ritual kematian rambu solo’ karena adanya kegiatan berkerumun dan berkumpul. Haq et al., 2020 menjelaskan peraturan pemerintah mengenai pembatasan sosial sebagai berikut “Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 Covid-19 ditetapkan pada 31 Maret 2020â€. Pemerintah Daerah Pemda dapat melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar PSBB untuk satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu. PSBB dilakukan dengan pengusulan oleh gubernur/bupati/walikota kepada Menteri Kesehatan. Selain itu aturan untuk membatasi gerak sosial juga tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19 ditetapkan pada 3 April 2020. Dari pernyataan di atas dapat dijelakan bahwa pembatasan sosial merupakan aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sendiri guna mencegah penyebaran virus corona dari aktivitas sosial masyarakat mulai dari tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten atau kota. Hairi, 2020 menegaskan bahwa “kebijakan PSBB antara lain 1 Peliburan sekolah dan tempat kerja; 2 Pembatasan kegiatan keagamaan; 3 Pembatasan kegiatan di tempat/fasilitas umum; 4 Pembatasan kegiatan sosial budaya; 5 Pembatasan moda transportasi; dan 6 Pembatasan kegiatan lainnya terkait aspek pertahanan dan keamananâ€. Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 Pembatasan sosial social distancing menjadi faktor utama mengapa ritual rambu solo’ dibatasi karena ritual ini melibatkan perkumpulan banyak orang sehingga dapat berpotensi penyebaran virus covid 19 lebih besar. Banyak ditemukan beberapa kasus di mana korban yang meninggal akibat Covid-19 dimakamkan berdasarkan protokol penatalaksanaan pemulasaraan dan pemakaman jenazah Covid 19. Sehingga tidak memungkinkan bagi keluarga untuk melaksanakan ritual kematian rambu solo’ seperti pada umumnya. Tingkatan pada upacara rambu solo’ tidak lagi terlaksana seperti biasanya karena adanya aturan yang berlaku Mawarni et al., 2023. Hal ini menimbulkan berbagai pro dan kontra dalam masyarakat, yang mana beberapa keluarga tetap ingin melaksanakan upacara pemakaman yang layak bagi keluarga atau kerabat yang meninggal. Salah satu kasus yang ditemui di Kecamatan Sa’dan Dusun Buntukerre’ di mana korban dinyatakan meninggal karena positif virus corona oleh rumah sakit Lakipadada. Korban dengan Inisial J tersebut dinyatakan meninggal karena virus corona setelah melakukan rapid tes di rumah sakit Lakipadada Toraja Utara. Pihak keluarga berasumsi bahwa korban meninggal bukan karena Covid sehingga pihak keluarga berencana untuk melaksanakan ritual kematian bagi korban tetapi hal tersebut tidak disetujui baik dari pihak rumah sakit maupun dari pemerintah setempat. Oleh karena itu pelaksanaan ritual kematian korban dengan inisial J ini dilaksanakan pada hari ke empat puluh kematian korban, di mana pihak keluarga melakukan upacara atau ibadah penghiburan bagi keluarga yang mana pada proses ini tidak lagi dihadiri oleh ribuan orang melainkan hanya pihak keluarga dan kerabat yang terkait. Kasus lain yang ditemukan adalah korban Covid-19 dengan inisial P di mana korban dinyatakan meninggal karena positif Covid-19 oleh puskesmas Kondo Dewata di mana pihak puskesmas mengatakan bahwa korban harus dimakamkan berdasarkan protokol yang berlaku namun pihak keluarga tidak menyetujui hal tersebut karena pihak keluarga yakin bahwa korban meninggal bukan karena covid-19 melainkan penyakit yang dideritanya. Sehingga pihak keluarga bersikeras untuk menyimpan korban sesuai dengan tradisi sebelum diadakan ritual kematian. Korban disimpan dinanna selama sepuluh bulan sebelum diacarakan. Namun dalam perayaannya diberlakukan syarat di mana orang yang menghadairi ritual tersebut diharuskan mematuhi protokol kesehatan dan juga jumlah tamu yang datang tidak sebanyak perayaan ritual sebelumnya, faktor utama dari kurangnya orang yang hadir adalah ketakutan dan kekhawatiran akan penularan virus corona. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam dengan judul “Pelaksanaan Ritual Kematian Keluarga Korban Covid 19 di Tana Torajaâ€. METODE PENELITIAN Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 Penelitian yang berjudul “Pelaksanaan Ritual Kematian Keluarga Korban Covid-19 di Toraja Utara†menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatakan deskriptif. Sebagaimana dikatakan Bodgan dan Taylor dalam Purnama, 2020 “penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang mampu menghasilkan data deskriptif berupa ucapan, tulisan, dan perilaku dari orang-orang yang diamatiâ€. Dari beberapa defenisi tersebut tentunya sejalan dengan tujuan penelitian ini yang bermaksud untuk mendeskripsikan kontrol sosial masyarakat terhadap waria di taman Makam Pahlawan Panaikang Kota Makassar. Subjek dari penelitian ini adalah masyarakat sekitar taman makam pahlawan Panaikang Kota Makassar yang terdiri dari 10 orang sebagai informan. PEMBAHASAN Pelaksanaan Ritual Kematian Keluarga Korban Covid-19 di Toraja Utara Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pelaksanaan ritual kematian kelurga korban covid-19 di Toraja Utara adalah melalui ritual ma’palin yang dilaksanakan selama tiga hari sebagai berikut a hari pertama merupakan hari di mana semua anggota keluarga berkumpul untuk melakukan penggalian mayat yang dikubur sebelumnya ke dalam tanah. Berdasarkan hasil wawancara dalam upacara ma’palin hari pertama merupakan hari di mana semua nggota keluarga maupun masyarakat sekitar berkumpul untuk melakukan kegiatan menggali kubur dan pengangkatan mayat. Seperti yang dijelaskan oleh Petrus, 2019 “penggalian mayat atau eksomasi adalah penggalian kuburan untuk mengeluarkan kembali mayat yang sudah di makamkan dari kuburnyaâ€. kemudian dilakukan pembungkusan mayat menggunakan kain yang disediakan oleh pihak keluarga yang disebut dengan kaseda kain merah yang merupakan kain Panjang yang dipakai membungkus orang mati. b Hari kedua dilakukan pembakaran atau persembahan hewan kurban berupa kerbau dan babi maupun hewan lainnya seperti ayam, di mana pembakaran hewan ini ditujukan sebagai persembahan kepada orang yang telah meninggal sebagai bekal yang akan ia bawah menuju puya yang dipercayai orang Toraja sebagai tempat peristirahatan di mana para arwah dan leluhur berkumpul dan juga sebagai makanan bagi tamu yang datang dengan cara dibagi-bagikan menjadi potongan tertentu. Seperti yang dijelaskan oleh Naomi dalam Tahirs & Pundissing, 2020 “manta padang merupakan puncak pelaksanaan upacara dengan memotong hewan yaitu kerbau dan babi dan dibagikan secara adatâ€. Hal ini berdasarkan hasil wawancara yang telah dijelaskan oleh informan yakni pada saat ada perayaan rambu solo’ bagi mereka yang meninggal bukan covid, korban yang sebelumnya meninggal karena covid digali dan kemudian di ikutkan dengan orang yang sedang diacarakan. Hal ini jarang terjadi, namun pada saat Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 melakukan wawancara penulis menemukan salah satu informan yang mana pada saat neneknya diacarakan, ibunya yang dinyatakan meninggal karena covid digali pada saat itu dan dikuburkan ke dalam patane bersama dengan nenek informan. Informan mengungkapkan bahwa hal ini tidak berbeda jauh dengan ritual ma’palin, hanya saja yang membedakan adalah hewan kurban yang dipersembahkan bertambah dan juga jumlah orang yang hadir juga lebih banyak. c Hari ketiga merupakan hari di mana dilakukan proses pemindahan mayat yang telah dibalut dengan kain kaseda tadi ke dalam patane tetapi sebelumnya itu dilakukan ibadah bersama anggota keluarga dan segenap orang-orang yang turut hadir di acara tersebut, yang bertujuan untuk mendoakan arwah atau mayat yang telah dibalut dengan kain, dan agar arwah tenang di alam baka. Kegiatan pemindahan mayat dilakukan dengan mengarak mayat/kerangka yang telah di balut dengan kain dari rumah tongkonan ke liang kubur patane yang dilakukan oleh pihak keluarga dan juga diikuti oleh masyarakat sebagai tanda mengantar orang yang meninggal ke tempat peristirahatannya yang layak. Sesuai yang dijelaskan oleh Naomi et al., 2020 “pemindahan jenazah dari lumbung ke lapangan dilakukan dengan iringan arak-arakan khas masyarakat Torajaâ€. Berdasarkan hasil wawancara, ibadah penghiburan dilakukan untuk mengenanng korban yang meninggal karena covid yang langsung dikuburkan ke dalam tanah saat meninggal. Pada ibadah penghiburan ini dilakukan pada hari ke-3 dan ibadah penghiburan yang dihadiri oleh pihak keluarga besar korban dan orang sekitar untuk mendoakan arwah korban yang meninggal karena covid agar tenang di alam baka. Apabila dikaitkan dengan teori interaksionisme simbolik yang dikemukakan oleh Mead maka tindakan atau alternatif yang diambil oleh pihak keluarga terkait pelaksanaan ritual yang layak bagi korban yang meninggal karena Covid-19 tergambar dalam empat basis tahap tindakan dari interaksionisme simbolik yang dikemukakan oleh Mead, yang mana tindakan stimulus atau dorongan muncul ketika pemerintah tidak mengijinkan untuk mengadakan ritual rambu solo’ secara langsung bagi mereka yang meninggal karena Covid-19 maka muncullah dorongan dalam diri masyarakat untuk memikirkan cara apa yang dapat ditempuh untuk memberikan perpisahan yang layak bagi mereka yang meninggal karena Covid. Setelah memikirkan cara yang akan dipakai, dari proses dorongan untuk mencari alternatif lain maka akan memunculkan reaksi persepsi dari masyraakat sendiri sembari mencari cara yang dapat dilakukan. Dari hasil stimulus dan persepsi yang dilakukan oleh masyarakat maka timbullah tahap manipulasi yakni mengambil tindakan untuk melakukan ritual adat ma’palin sebagai alternatif pelaksanaan ritual bagi mereka yang meninggalkan karena Covid-19, dan setelah mengambil tindakan manipulasi maka pihak keluarga akan memutuskan apakah mereka akan melaksanakan ritual ma’palin atau tidak dan kapan ritual akan dilaksanakan konsumasi. Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 Berdasarkan penjelasan di atas dapat dijelaskan bahwa orang-orang yang meninggal karena Covid di Toraja Utara khususnya Kecamatan Sa’dan pada dasarnya tidak diritualkan secara langsung saat korban meninggal, karena sesuai dengan anjuran pemerintah bahwa mereka yang dinyatakan rumah sakit meninggal karena Covid harus segera dikuburkan. Namun tentu saja karena menyadari bahwa orang Toraja memiliki kepercayaan bahwa orang yang meninggal juga berhak untuk mendapatkan tempat yang layak dan agar arwahnya tenang harus dilakukan tindak lanjut berupa ritual ma’palin yang telah dijelaskan sebelumnya. Jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu oleh Ismail, 2019 dengan judul penelitian “Ritual Kematian Dalam Agama Toraja Aluk To Dolo Studi Atas Upacara Rambu solo’. Maka didapatkan perbedaan dan persamaan. Di mana perbedaannya terletak pada bentuk pelaksanaan di mana pada penelitian terdahulu terfokus kepada pelaksanaan rambu solo’ pada umumnya sebelum pendemi covid-19, yang mengatakan bahwa orang yang meninggal sebelum diacarakan masih harus disimpan di atas tongkonan karena mereka masih dinggap ada di dalam dunia, sehingga perlu diadakan rambu solo’ untuk menghantarkannya ke alam baka, begitupun hewan persembahan yang diberikan merupakan bekal bagi orang yang diacarakan karena berdasarkan penelitian terdahulu dikatakan bahwa hewan yang dikorbankan dalam upacara berfungsi sebagai bekal untuk kehidupan di dunia baru yang bernama puya. Kemudian perbedaan lainnya adalah studi kasus yang diteliti, di mana pada penelitian terdahulu meneliti pelakasanaan ritual kematian orang yang meninggal pada umumnya sedangkan pada penelitian yang di teliti oleh penulis lebih berfokus kepada bentuk pelaksanaan ritual rambu solo’ pada korban covid-19 dan hasil penelitian pelaksanaan ritual dilaksanakan dengan cara melalui ritual adat ma’palin sebagai pengganti ritual rambu solo’ pada umumnya. Adapun persamaanya adalah sama-sama meneliti pelaksanaan ritual kematian pada masyarakat Toraja, dan juga kepercayaan bahwa orang yang meninggal tanpa memberikan pelaksanaan yang layak masih dianggap ada di dunia, sehingga diadakan ritual kematian untuk mengantarkan arwah ke alam baka. Adapun penelitian terdahulu yang kedua oleh Naomi et al., 2020 dengan judul “Upacara Rambu Solo’ di Kelurahan Padanggiring Kecamatan Rantetayo Kabupaten Tana Toraja†di mana hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang meninggal belum dikatakan sempurna atau masih dikatakan sakit jika belum diberikan pelaksanaan ritual kematian yang layak sehingga perlu dilakukannya ritual kematian bagi mereka yang meninggal. Sedangkan perbedaannya adalah cara pelaksanaan ritual kematiannya Faktor-Faktor Yang Menjadi Kendala dalam Pelaksanaan Ritual Kematian Keluarga Korban Covid-19 di Toraja Utara. a. Aturan Pemerintah Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 Pelaksanaan ritual kematian merupakan salah satu ciri khas dari daerah Toraja, di mana setiap orang yang meninggal diberikan penghormatan yang sangat meriah layaknya perisahan terakhir yang diadakan secara meriah. Bagi masyarakat Toraja sudah sepantasnya bila orang yang meninggal diritualkan dengan cara yang meriah karena merupakan bentuk perpisahan terakhir dari keluarga yang meninggal. Namun hal ini tidak berlaku bagi mereka yang meninggal karena covid, di mana seperti yang kita ketahui bahwa mereka yang dinyatakan meninggal karena covid langsung ditanam ke dalam tanah, tanpa adanya pelaksanaan ritual rambu solo’. Peraturan pemerintah dalam Andiraharja, 2020 yang menyatakan “Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 COVID-19†di mana aturan ini ditujukan untuk masyarakat agar menjaga jarak dan mematuhi protokol kesehatan agar penyebaran virus corona dapat ditekan. Namun berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari informan, yang menjadi penghambat utama dari tidak dilaksanakannya upacara rambu solo’ seperti biasanya pada korban yang meninggal adalah karena adanya aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Memaksakan untuk melaksanakan ritual kematian dalam keadaan yang tidak memungkinkan dapat memicu masalah dalam masyarakat baik antara pemerintah dengan masyarakat maupun masyarakat dengan masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Mead dalam Hasbullah & Ahid, 2022 yang menyatakan “Konflik dan status sosial dalam interaksi sosial memiliki pengaruh signifikan terhadap proses pemaknaan dan tindakan seseorang, di mana Mead menyadari bahwa manusia sering terlibat dalam suatu aktivitas yang didalamnya terkandung konflikâ€. Berdasarkan pernyataan di atas dapat dipahami ketika ada tindakan paksaan yang dilakukan oleh masyarakat pada saat itu, akan berpotensi menimbulkan konflik dengan pemerintah. Sehingga informan mengatakan bahwa ketidakberdayaan mereka untuk melakukan ritual rambu solo’ bagi mereka yang meninggal karena Covid-19 adalah hal yang tidak bisa disanggah karena merupakan aturan yang mutlak dari pemerintah. Sebagai masyarakat yang berada di bawah naungan hukum, masyarakat hanya bisa tunduk terhadap aturan yang berlaku. Masyarakat juga menyadari bahwa sebagai warga negara yang berada di bawah naungan hukum, mereka tidak dapat bertindak sesuka hati. b. Dikucilkan oleh masyarakat lain Kemudian adapun hambatan lain yang menjadi faktor tidak dilaksanakannya ritual rambu solo’oleh anggota keluarga yang meninggal karena covid adalah tidak adanya dukungan dari masyarakat sekitar. Berdasarkan penjelasan dari informan, menyatakan bahwa selain dari aturan pemerintah yang melarang untuk melaksanakan ritual rambu solo’ perasaan dikucilkan oleh masyarakat juga menjadi salah satu penghambat dalam melaksanakan ritual kematian rambu solo’ bagi anggota keluarga yang meninggal karena covid. Seperti yang dijelaskan oleh Livana dalam Namuwali et al., 2022 menyatakan “Stigma muncul dalam perilaku sosial Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 seperti mengucilkan pasien, menolak dan mengucilkan keluarga jenazah karena masih dianggap pembawa virusâ€. Ketakutan akan virus corona menjadi pemicuh munculnya prasangka buruk dalam masyarakat, terutama mereka yang memiliki anggota keluarga yang meninggal karena covid biasanya akan langsung dijauhi masyarakat untuk sementara waktu atau melakukan karantina mandiri karena ketakutan akan tertularnya orang lain oleh virus corona. Bagi pihak keluarga yang mengalami kedukaan tentu saja rasa sedih yang mereka alami akan bertambah saat masyarakat sekitarnya menjaga jarak, sehingga tidak mungkin bagi pihak keluarga melaksanakan ritual rambu solo’, di samping itu juga, untuk dapat melaksanakan ritual rambu solo’ harus membutuhkan banyak bantuan dan tenaga dari masyarakat sekitar sedangkan pada saat itu keadaan tidak memungkinkan karena pihak keluarga harus melakukan isolasi mandiri dan korban pun langsung dikuburkan sehingga pihak keluarga memilih alternatif lain untuk memberikan acara yang layak bagi anggota keluarga yang meninggal karena covid yakni kegiatan ma’palin dan juga ibadah penghiburan dari pihak keluarga yang diadakan setelah semua anggota keluarga melakukan karantina mandiri dan dinyatakan bebas dari covid. Tanggapan dari masyarakat sangat mempengaruhi apa yang harus dilakukan oleh pihak keluarga yang keluarganya meninggal karena covid, jika dikaitkan dengan teori interaksionisme simbolik seperti yang dijelaskan oleh Umiarso dan Elbadiansyah dalam Nurdin, 2020 “Interaksionisme simbolik memfokuskan pada interaksi sosial perilaku manusia yang dilihat sebagai suatu proses pada diri manusia untuk membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra Sehingga dapat dijelaskan salah satu alasan pihak keluarga tidak melaksanakan ritual kematian pada saat korban meninggal adalah adanya rasa takut terhadap kenyamanan masyarakat sekitar, dan agar terhindar dari prasangka yang tidak baik dan untuk menjaga hubungan yang baik dalam masyarakat. Jika dikaitkan dengan empat basis tahap tindakan menurut Mead yakni implus, persepsi, manipulasi dan konsumasi maka dapat dijelaskan sebagai berikut orang yang meninggal karena virus corona dimaknai sebagai simbol yang dapat menyebabkan penyebaran virus di masyarakat sehingga timbullah rasa takut dari pihak masyarakat kepada pihak keluarga korban covid yang mendorong terjadinya tindakan implus yakni dorongan hati atau rangsangan dari stimulus yang spontan yang mengakibatkan masyarakat seolah menjauh atau menjaga jarak dari keluarga korban covid-19, sehingga komunikasi atau interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat bisa terputus atau terganggu sedangkan syarat dari interaksionisme simbolik adalah interaksi alami yang terjadi diantara individu yang ada dalam masyarakat. Berdasarkan faktor yang menjadi kendala pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara, apabila dianalisis dengan menggunakan teori interaksionisme simbolik yang mengacu pada basis tindakan, maka dapat Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 dijelaskan bahwa adanya covid-19 sebagai wabah penyebaran virus yang menyebabkan kecemasan dalam masyarakat membuat pemerintah mengambil tindakan secara spontan implus berdasarkan situasi dan keadaan yang terjadi dalam masyarakat, kemudian dari keputusan yang diambil pemerintah maka timbullah persepsi reaksi dari masyarakat terhadap aturan tersebut. Kemudian dari hasil reaksi tersebut maka timbullah mnipulas pengambilan tindakan dari pihak masyarakat terkait aturan pemerintah yakni tidak mengijinkan pelaksanaan perayaan ritual rambu solo’ dalam masyarakat terutama mereka yang meninggal karena covid-19. Kemudian dari hasil pengambilan tindakan atau manipulasi, maka masyarakat sampai kepada basis tindakan konsumasi yakni keputusan untuk mematuhi aturan yang dibuat oleh pemerintah. Jika dikaitkan dengan penelitian terdahulu Ismail, 2019 “Ritual Kematian dalam Agama Toraja Aluk Todolo Studi Atas Upacara Kematian Rambu solo’†dengan penelitian yang sekarang “Pelaksanaan Ritual Kematian Keluarga Korban Covid-19 di Toraja Utara†memiliki persamaan dan perbedaan. Adapun persamaan antara peneliti terdahulu dengan perneliti sekarang adalah sama-sama membahas tentang pelaksanaa ritual kemarian, sedangkan perbedaannya terletak pada rumusan masalah di mana rumusan masalah penelitian terdahulu meliputi pertama, bagaimana makna kematian menurut asli Toraja Aluk Todolo, dan kedua, mengapa mayoritas masyarakat Toraja tetap melaksanakan Rambu Solo’ meskipun menelan biaya yang sangat mahal. Sedangkan rumusan masalah pada penelitian sekarang meliputi pertama, bagaimana pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara, dan yang kedua apa faktor yang menjadi kendala pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian mengenai pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara maka dapat disimpulkan sebagai berikut 1 Pelaksanaan ritual kematian kelurga korban covid-19 di Toraja Utara dilaksanakan selam tiga hari meliputi a hari pertama merupakan hari untuk melakukan penggalian mayat yang dikubur sebelumnya ke dalam tanah, kemudian dibungkus dengan kain merah kaseda. b Hari kedua dilakukan pembakaran atau persembahan hewan kurban berupa kerbau dan babi maupun hewan lainnya seperti ayam. c Hari ketiga merupakan hari di mana dilakukan proses pemindahan mayat yang telah dibalut dengan kain kaseda tadi ke dalam patane. 2 Faktor penghambat pelaksanaan ritual kematian keluarga korban covid-19 di Toraja Utara adalah a aturan pemerintah. b dikucilkan masyaakat sekitar Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 DAFTAR PUSTAKA Andiraharja, D. G. 2020. Peran pemerintah daerah pada penanganan COVID-19. Jurnal Politik Pemerintahan Dharma Praja, 131, 52–68. Hairi, P. J. 2020. Implikasi hukum pembatasan sosial berskala besar terkait pencegahan Covid-19. Info Singkat Bidang Hukum, 127, 1–6. Haq, A., Masnarivan, Y., Sari, D. M., Shabiyya, H., & Fadhil, M. 2020. Upaya pencegahan penularan covid-19 di Kelurahan Puhun Pintu Kabun Kota Bukittinggi. BULETIN ILMIAH NAGARI MEMBANGUN, 33, 173–180. Hasbullah, A. R., & Ahid, N. 2022. Penerapan Teori Interaksi Simbolik dan Perubahan Sosial di Era Digital. At-Tahdzib Jurnal Studi Islam Dan Muamalah, 101, 36–49. Ihsan, M., & Syukur, M. Tradisi Mappattabe Pada Masyarakat Bugis di Desa Marannu Kecamatan Mattiro Bulu Kabupaten Pinrang. Pinisi Journal of Sociology Education Review, 12, 11–20. Ilyasa, R. M. A. 2020. Prinsip Pembangunan Infrastruktur yang Berlandaskan Hak Asasi Manusia Terhadap Eksistensi Masyarakat Hukum Adat di Indonesia. Sasi, 263, 380–391. Ismail, R. 2019. Ritual kematian dalam agama asli Toraja “Aluk to doloâ€Studi atas upacara kematian rambu solok. Religi Jurnal Studi Agama-Agama, 151, 87–106. Mawarni, I. S., Agustang, A., & Syukur, M. 2023. KONSTRUKSI SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP PELAPISAN KASTA PADA ACARA RAMBU SOLO’DI DAERAH TONDO LANGI’TORAJA UTARA. JISIP Jurnal Ilmu Sosial Dan Pendidikan, 71. Namuwali, D., Hara, M. K., & Njakatara, U. N. 2022. Pengalaman Stigma Penderita Covid-19 selama Menjalani Isolasi Mandiri. Jurnal Keperawatan, 143, 863–870. Naomi, R., Matheosz, J. N., & Deeng, D. 2020. UPACARA RAMBU SOLOâ€TM DI KELURAHAN PADANGIRING KECAMATAN RANTETAYO KABUPATEN TANA TORAJA. HOLISTIK, Journal of Social and Culture. Nurdin, A. 2020. Teori Komunikasi Interpersonal Disertai Contoh Fenomena Praktis. Prenada Media. Paganggi, R. R. 2020. PERGESERAN MAKNA DALAM PELAKSANAAN UPACARA ADAT RAMBU SOLO‟ PADA MASYARAKAT TORAJA. UNIVERSITAS BOSOWA. Patadungan, E., Purwanto, A., & Waani, F. J. 2020. DAMPAK PERUBAHAN STATUS SOSIAL TERHADAP UPACARA RAMBU SOLOâ€TM DI KELURAHAN TONDON MAMULLU KECAMATAN MAKALE KABUPATEN TANA TORAJA. HOLISTIK, Journal of Social and Culture. Pinisi Journal of Sociology Education Review; Vol. 3; Maret 2023 Halaman 74-86 Petrus, A. 2019. Upaya Pembuktian Suatu Penyakit atau Trauma pada Kasus Eksumasi. Majalah Kedokteran Nusantara The Journal of Medical School, 524, 185–190. Purnama, Y. 2020. Faktor Penyebab Seks Bebas Pada Remaja. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 52, 156–163. Rofiq, A. 2019. Tradisi slametan Jawa dalam perpektif pendidikan Islam. Attaqwa Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, 152, 93–107. Rusdiana, A. R. KEBUDAYAAN JAWA DALAM NOVEL TEMBANG KALA GANJUR KARYA AGUS SULTON KAJIAN INTERPRETATIF SIMBOLIK CLIFFORD GEERTZ. SESA, E. 2022. ANALISIS NILAI PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS DALAM WACANA BADONG PADA UPACARA RAMBU SOLO’SUKU TORAJA. UNIVERSITAS BOSOWA. Tahirs, J. P., & Pundissing, R. 2020. Identifikasi Faktor-Faktor Pembiayaan Dalam Pelaksanaan Upacara Adat Kematian Rambu Solo’Budaya Toraja. Kaganga Jurnal Pendidikan Sejarah Dan Riset Sosial Humaniora, 32, 122–130. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Pabisangan Tahirs Rati PundissingThis study aims to identify the financing factors in the implementation of the Toraja culture of the traditional death ceremony Rambu Solo '. The method used is descriptive qualitative. The results showed that the ritual of rambu solo 'was carried out in several stages, namely the stage of ceremony preparation family gathering, making huts, provision of ceremony equipment and ceremonial implementation stages Ma'Pasulluk, Mangriu' Batu Messimbuang, Mebala'kan, Ma'Pasa '. Tedong, Ma'papengkalao, Lantang Mangisi, Ma'palao and Ma'pasonglo, Allo Katongkonan, Allo Katorroan, Mantaa Padang and Me Aa. This research concludes that the implementation of the rambu solo 'ceremony is different for each group social strata. Keywords Implementation cost, Social Strata, Toraja tribeKasus Covid-19 mulai dilaporkan di Indonesia dengan 2 kasus konfirmasi positif pada tanggal 2 Maret 2020. Terhitung hingga tanggal 2 Mei 2020 di Provinsi Sumatera Barat telah ditemukan 182 kasus terkonfirmasi positif Covid-19. Permasalahan di masyarakat saat ini terkait Covid-19 antara lain tingginya urgensi dalam upaya-upaya pencegahan penularan Covid-19 khususnya di tingkat individu atau anggota masyarakat, seperti penggunaan masker, menjaga kebersihan tangan, mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang, dan lainnya. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan masyarakat melalui pendistribusian sembako dan peningkatan pengetahuan masyarakat melalui media leaflet, serta pemberian masker non-medis. Kegiatan ini dilaksanakan di RW 003 Kelurahan Puhun Pintu Kabun Kota Bukittinggi. Khalayak sasaran merupakan masyarakat yang memiliki status ekonomi menengah ke bawah atau terdampak secara ekonomi dari pandemi Covid-19. Sebagian peserta mengisi kuisioner untuk menilai tingkat pengetahuan terkait Covid-19 secara umum. Kegiatan pendistribusian sembako, leaflet dan masker telah terlaksana dengan baik pada 40 orang khalayak sasaran. Berdasarkan hasil yang didapatkan dari kuisioner gambaran pengetahuan masyarakat diketahui bahwa sebagian besar pengetahuan sudah baik. Pengetahuan yang baik diharapkan dapat diikuti dengan sikap dan perilaku dalam upaya pencegahan Covid-19. Disarankan agar masyarakat dapat menerapkan upaya-upaya pencegahan penularan Covid-19 yang telah disampaikan melalui media leaflet termasuk menggunakan masker, menjaga kebersihan tangan dan Ginanjar AndiraharjaThis study aimed to assess the strategies that have been implemented by the central and regional governments in handling COVID-19. There are ten regulations related to the research objectives that have been reviewed. The method applied is normative legal research. Second level data is used in this study. The literature reviewed is used to solve researchers' questions. From this study it was revealed that the local government was obliged to decide on the policies that had to be taken in handling COVID-19 with normal basic health service conditions. In the situation of the COVID-19 pandemic, the appropriate regulations were enacted not the Law on Regional Government, but the Law on Health Quarantine. The conclusion of this study, in the condition of public health emergencies there is uncertainty at the local government level, because with the decentralization in the field of health causes basic health service standards vary according to the commitment and fiscal capacity of local governments. Strengthening the role of local government is a major factor in overcoming COVID-19. Health services in the regions must be ensured by the central government to conform to the COVID-19 handling standard. With the current state of public health emergencies, it is hoped that the division of roles of the center and the regions will be expected to ensure the safety of hukum pembatasan sosial berskala besar terkait pencegahan Covid-19P J HairiHairi, P. J. 2020. Implikasi hukum pembatasan sosial berskala besar terkait pencegahan Covid-19. Info Singkat Bidang Hukum, 127, Teori Interaksi Simbolik dan Perubahan Sosial di Era DigitalA R HasbullahN AhidHasbullah, A. R., & Ahid, N. 2022. Penerapan Teori Interaksi Simbolik dan Perubahan Sosial di Era Digital. At-Tahdzib Jurnal Studi Islam Dan Muamalah, 101, kematian dalam agama asli TorajaR IsmailIsmail, R. 2019. Ritual kematian dalam agama asli Toraja "Aluk to dolo"Studi atas upacara kematian rambu solok. Religi Jurnal Studi Agama-Agama, 151, Stigma Penderita Covid-19 selama Menjalani Isolasi MandiriD NamuwaliM K HaraU N NjakataraNamuwali, D., Hara, M. K., & Njakatara, U. N. 2022. Pengalaman Stigma Penderita Covid-19 selama Menjalani Isolasi Mandiri. Jurnal Keperawatan, 143, Komunikasi Interpersonal Disertai Contoh Fenomena PraktisA NurdinNurdin, A. 2020. Teori Komunikasi Interpersonal Disertai Contoh Fenomena Praktis. Prenada Pembuktian Suatu Penyakit atau Trauma pada Kasus EksumasiA PetrusPetrus, A. 2019. Upaya Pembuktian Suatu Penyakit atau Trauma pada Kasus Eksumasi. Majalah Kedokteran Nusantara The Journal of Medical School, 524, Penyebab Seks Bebas Pada RemajaY PurnamaPurnama, Y. 2020. Faktor Penyebab Seks Bebas Pada Remaja. Syntax Literate;
Cermatidata berikut ini! mengiringi ritual kematian mendinginkan air upacara memanggil hujan sebagai genderang perang sebagai alat upacara Dari pernyataan pernyataan di atas, yang bukan fungsi Nekara ditunjukkan Read More Soal USBN Sejarah Pengaruh budaya India ke Indonesia dalam bidang agama Doni Setyawan | Mei 26, 2020
Diniauliaro Diniauliaro January 2019 1 777 Report Perhatikan Data berikut ini. ritual kematian air memanggil hujan gendering pedang 5. Sebagai alah upacara Dari pernyataan di atas,yang bukan fungsi nekara ditunjukkan nomor..... a.1. d.4 b.2. e.5 c.3 alifah2705 D. 4Semoga membantu.. 26 votes Thanks 47 More Questions From This User See All Diniauliaro December 2018 0 Replies fungsi sarung tangan saat bekerja di laboratorium bila ada bahan kimia mengenai balian tubuh anda? Apa yang anda lakukan? Answer Diniauliaro December 2018 0 Replies 1. 2a-b+3b 2. 2a-3b-ac Answer diniauliaro October 2018 0 Replies Tulislah ilustrasi iklan baris di samping ini! perantara tnh Weleri Semarang 500m2 .Harga 100 jt nego hub budi 08138912345. MOHON JAWAB CEPAT Answer diniauliaro October 2018 0 Replies Jelaskan yang dimaksud dengan defacto dan dejure beserta contohnya Answer diniauliaro October 2018 0 Replies Jelaskan maksud hubungan bilateral dan multilateral Answer diniauliaro October 2018 0 Replies Mengapa peraturan perundang-undang harus dipatuhi dan dijalankan Answer diniauliaro September 2018 0 Replies 10 contoh kalimat dengantanda hubung perlawanan Answer Recommend Questions AlmaSabrina22720061 May 2021 0 Replies pada zaman dahulu pertunjukan tari colek banyak dilakukan di... Kampung liburan cerita dalam lenong betawi umumnya mengandung pesan.... mrifyal23 May 2021 0 Replies Dewan konstituante yang dibentuk berdasarkan hasil pemilu yang pertama tahun 1955 mempunyai tugas mimimi890 May 2021 0 Replies jelaskan selat yg menghubungkan sumatera dan jawa jihanhanifa59 May 2021 0 Replies politik etis sering mendapat ejekan sebagai politik sarung tangan sutra. mengapa demikian?jelaskan! Muhammadmansyur May 2021 0 Replies daerah yang berada di bawah kekuasaan kerajaan majapahit meliputi sumatra jawa Kalimantan Sulawesi nusa tenggara maluku dan papua . pernyataan tersebut di paparkan oleh nadia175356 May 2021 0 Replies penjelasan bagaimana aqidah tanpa filsafat dan filsafat tanpa aqidah said1622 May 2021 0 Replies jelaskan bagaimana sikap masyarakat indonesia terhadap agama dan bagaimana langkah langkah membumikan islam di kampus FikriArdjun3009 May 2021 0 Replies Bentuk bentuk perubahan sosial dan budaya dalam konsep perubahan dan keberlanjutan dalam sejarah fraansiskaa3667 May 2021 0 Replies Nerikut ini yang bukan dampak negative dari penerapan revolusi hijau di indonesia adalah RazanMI May 2021 0 Replies kenampakan bayangan yang lebih kecil dari ukuran benda sebenarnya Nekara merupakan salah satu benda peninggalan masa Praaksara yang sangat dominan di Asia Tenggara. Nekara sendiri juga ditemukan di Flores, Alor, dan Rote. Masyarakat Alor menyebut nekara sebagai moko. Sejak ratusan tahun silam, moko dipakai sebagai alat musik dan mas kawin. Memiliki moko juga meningkatkan status sosial dan dianggap menghargai tradisi warisan leluhur. Untuk masyarakat Alor, Flores, dan Rote nekara juga berfungsi sebagai sarana upacara. Biasanya nekara akan dipukul dan disertai sesaji. Dhafi Quiz Find Answers To Your Multiple Choice Questions MCQ Easily at with Accurate Answer. >> Ini adalah Daftar Pilihan Jawaban yang Tersedia Jawaban terbaik adalah B. -2. Dilansir dari guru Pembuat kuis di seluruh dunia. Jawaban yang benar untuk Pertanyaan ❝Cermati data berikut ini1 Mengiringi ritual kematian2 Mendinginkan air3 Upacara memanggil hujan4 Sebagai gendering perang5 Sebagai alat upacaraDari pernyataan-pernyataan di atas, yang bukan fungsi nekara ditunjukkan nomor… ❞ Adalah B. Menyarankan Anda untuk membaca pertanyaan dan jawaban berikutnya, Yaitu Bangunan-bangunan megalitik pada dasarnya menggunakan bahan dasar… . dengan jawaban yang sangat akurat. Klik Untuk Melihat Jawaban Apa itu Kuis Dhafi Merupakan situs pendidikan pembelajaran online untuk memberikan bantuan dan wawasan kepada siswa yang sedang dalam tahap pembelajaran. mereka akan dapat dengan mudah menemukan jawaban atas pertanyaan di sekolah. Kami berusaha untuk menerbitkan kuis Ensiklopedia yang bermanfaat bagi siswa. Semua fasilitas di sini 100% Gratis untuk kamu. Semoga Situs Kami Bisa Bermanfaat Bagi kamu. Terima kasih telah berkunjung.
Nahini penting banget saat kita bermain dota karena apa disamping kita bertugas mengharras musuh kita juga harus pintar-pintar melakukan positioning saat berhadapan pada musuh yang mempunyai damage yang tinggi supaya kita tidak mati terlebih dahulu saat teman kita sedang clash.
NBMahasiswa/Alumni Universitas Negeri Malang05 Juli 2022 0554Jawaban yang tepat adalah nomor 2. Nekara adalah semacam berumbung dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya dan sisi atasnya tertutup. Ada juga yang mengatakan bahwa bentuknya seperti dandang terbalik tetapi memiliki banyak motif hiasan. Nekara diperkirakan ada sejak manusia mengenal teknik peleburan logam. Sementara teknik peleburan sudah dikenal oleh masyarakat praaksara pada masa perundagian atau zaman Fungsi dari Nekara / Moko antara lain 1. Sebagai alat upacara keagamaan/ memanggil roh nenek moyang 2. Alat /benda untuk barter 3. Tempat / wadah atau bekal kubur 4. Genderang untuk perang 5. Alat memanggil hujan 6. Sebagai status sosial 7. Mas kawin Jadi, yang bukan fungsi nekara di tunjukkan oleh nomor 2 mendinginkan air. LABerdasarkan informasi-informasi tersebut corak kehidupan manusia purba pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut ditunjukkan nomor MHDari jawaban dibawah ini yang tidak termasuk fungsi nekara adalah Yah, akses pembahasan gratismu habisDapatkan akses pembahasan sepuasnya tanpa batas dan bebas iklan!
TRIBUNBANTENCOM - Alunan suara gamelan mengiringi upacara wiwitan di Kampung Wisata Dewi Sri, Lodji Londo, Bergas Lor, Kabupaten Semarang, Selasa (28/6/2022). Upacara wiwitan adalah ritual
New York - Sepanjang sejarah, ada banyak ritual yang diikuti oleh perseorangan maupun kelompok yang mungkin saja dipandang aneh atau tidak biasa oleh orang atau kelompok lain. Dikutip dari Ancient Origins pada Senin 18/7/2016, berikut ini adalah ulasan singkat beberapa ritual yang berakar sejak zaman dahulu kala, namun ada yang masih terus berlanjut hingga masa kini. Pohon Apel Bersejarah Berusia 200 Tahun Mati Perlahan-lahan 5 Teori Konspirasi Fenomenal Penyebab Kematian Tokoh Dunia 10 'Mahakarya Kematian' yang Menggetarkan Jiwa Kebanyakan ritual dilakukan untuk menyenangkan para dewa, tapi ada juga kegunaan lain yang diyakini dapat membantu seseorang atau masyarakat tertentu 1. Aghori dan Dupa Di India, kaum Aghori adalah pria-pria suci asketis Shiwa yang dikenal berurusan dengan ritual sesudah kematian post-mortem. Mereka tinggal di kuburan-kuburan dan menaburkan abu kremasi pada tubuh mereka. Mereka juga menggunakan tulang-belulang manusia untuk menjadi perhiasan dan tengkorak manusia untuk menjadi kapala, yakni topi upacara. Praktik-praktik mereka bertentangan dengan Hinduisme orthodoks, sehingga hampir semua tindakan mereka ditentang oleh penganut Hindu lainnya. Aghori melakukan meditasi dan beribadah di tempat-tempat yang oleh orang lain disebut "rumah berpenunggu." Walaupun begitu, para guru Aghori memiliki banyak pengikut di pedesaan dan dipercaya memiliki kekuatan penyembuhan yang didapat dari adat yang ketat dan pengucilan diri. Kaum Aghori tampil dalam film "The Other Side of the Door" keluaran 2016. Suatu ritual aneh lainnya yang dilestarikan sejak jaman purba juga ada di India. Pada hari tertentu dalam suatu tahun, mereka yang percaya pergi ke kuil untuk menghirup sejenis dupa yang disulut oleh para imam. Para pengikut ini kemudian memasuki keadaan seperti kesurupan. 2. Mumifikasi Diri di Jepang Ritual aneh berikutnya adalah mumifikasi diri. Praktik ini sudah dilarang di Jepang sejak abad 20. Ritual ini dilakukan berkaitan dengan kepercayaan Buddha untuk memisahkan diri dari dunia. Beberapa biarawan menterjemahkan gagasan ini hingga menjadi diet ekstrem sampai meninggal. Dengan pengawetan jasadnya, para biarawan ini membuktikan kesuciannya. Biasanya ritual dimulai dengan diet biji-bijian dan kacang-kacangan selama 3 tahun. Diet ini ini dilengkapi dengan serangkaian olah raga untuk menghabisi semua lemak tubuh. Selama 3 tahun berikutnya, diet diganti dengan bonggol pohon, akar-akaran, dan teh beracun yang terbuat dari pohon Urushi. Teh ini menyebabkan sang biarawan muntah-muntah sehingga membuang cairan tubuh dan membunuh belatung yang mungkin berkembang setelah kematian. Pada akhirnya, sang biarawan mengunci dirinya di dalam makam dalam posisi bunga teratai. Di dalamnya, ia membawa selang pernafasan dan sebuah lonceng yang dibunyikannya untuk memberitahu bahwa dia masih hidup. Setelah biarawan itu wafat, makamnya di segel. Hingga hari ini ada sekitar 20 mumi biarawan yang telah ditemukan. 3. Santapan Kematian Yanomamo Suku Yanomamo di Venezuela memiliki upacara menyantap sesamanya yang sudah meninggal. Upacara ini sudah ada jauh sebelum diungkapkan oleh bangsa-bangsa Barat. Budaya Yanomamo adalah salah satu budaya poligami yang masih tersisa di dunia. Mereka menenggak zat halusinogen ketika merasa sakit. Namun demikian, ritual kematian lah yang oleh orang luar dianggap sebagai aspek yang paling aneh. Tentu saja ritual ini juga berkaitan dengan kepercayaan. Mereka percaya bahwa warga yang meninggal dibawa pergi oleh pemakan nyawa yang laparnya tidak terpuaskan, lalu menyedot kekuatan kehidupan mereka yang meninggal. Jika rantai penghisapan ini tidak dihentikan, para pemakan nyawa ini akan terus makan hingga manusia seluruh dunia mati semuanya. Sebagai akibatnya, untuk menghentikan rantai santap-menyantap nyawa ini, suku Yanomamo memakan sesamanya yang meninggal. Pertama-tama, mereka melakukan kremasi jenazah dan kemudian menggiling tulang-belulang terbesar menggunakan alu dan godokan ini digunakan sebagai bahan dasar sup pisang. 4. Festival Thookkam Thookkam adalah suatu festival di India diikuti oleh sejumlah orang yang ditusuk dengan kaitan, lalu digantung di suatu bingkai selama beberapa jam. Walaupun memiliki akar budaya masa lalu, festival ini baru saja dilarang oleh pemerintah India. Acara ini biasanya dilangsungkan di Kerala Selatan, dalam kuli-kuil pemujaan dewi Kali. Warga menari dan darah yang tercurah dipercaya menenangkan dewi Kali sehingga tidak mengamuk. Pengikut yang diberi kait digantung di suatu bingkai dan diarak keliling kuli sebanyak 3 kali. Darah yang tercecer dikumpulkan untuk dipersembahkan kepada Dewi Kali guna menenangkannya.* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
. rep96qkb6a.pages.dev/10rep96qkb6a.pages.dev/38rep96qkb6a.pages.dev/483rep96qkb6a.pages.dev/232rep96qkb6a.pages.dev/681rep96qkb6a.pages.dev/829rep96qkb6a.pages.dev/728rep96qkb6a.pages.dev/985rep96qkb6a.pages.dev/620rep96qkb6a.pages.dev/469rep96qkb6a.pages.dev/781rep96qkb6a.pages.dev/962rep96qkb6a.pages.dev/691rep96qkb6a.pages.dev/917rep96qkb6a.pages.dev/225
perhatikan data berikut ini 1 mengiringi ritual kematian